Wednesday 21 December 2011

About 2011

Dear December,

I am sort of hate and love you at the same time. It is very interesting to see new year ahead. I am aware that maybe it will only be an ordinary day, but as a human, new year always brings something new, some new hopes and dreams that we wish will be come true.

In the other hand, it is also sort of depressing to meet you. December makes me rethink about my accomplishment and footsteps. Have I doing more good or bad during this whole year, Have I made someone's feeling hurt or happy, and have I already accomplished my resolutions or have I not. I cannot answer all that questions clearly.

My 2011 filled with many academic things. My clinical clerkship (co-ass) is somehow super tiring and makes me having little attention to any other stuffs beside that, such as my job as a news presenter or making-keeping friends business.

In 2011, I finished my clinical clerkship (co-ass/dokter muda). I am thanking God Alhamdullilah that although I graduated with average GPA [ :( ], I passed on every department on my medical degree program. Then I took the UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia) to get certified and I passed it nicely. Again, I would like to praise my eternal Alhamdulilah.

In 2011, I loose and strengthen some friendship. I gain some very nice new friends but I loose communication with some of them. After almost two years working on PalembangTV as a news presenter, I was finally resigned from it. It was such an experience to work there.

In 2011 I am coming home after two years. I was freaking happy, my parents and my bestfriends picked me up at the airport. Two years; they have something different on their face, they're getting older I guess.

In 2011, I finished my Medical Degree Education. I finally got my MD title. I already doing some work on several clinics in Jakarta. I finally called as "Dokter Damar" and signed my signature above my name written as Dr. Damar Prasetya AP.

Well, that's just some highlights of my year. There still 14 days left this year and I hope I will close it happily. Once again I am thanking you Alhamdulilah.

Another Random

Hai, lama engga nulis. Belakangan ini, gue kepikiran omongan temen baik gue, dia bilang, "Lo jadi lebih tertutup sejak terakhir gue ketemu lo", saat itu gue menimpalinya dengan tertawa dan bilang "ya, gue kan muslimah, ga boleh buka-bukaan", tapi di malam harinya gue jadi berpikir apakah hal itu benar.

Iya, gue rasa gue lebih tertutup dibandingkan diri gue yang dulu. Saat smp dan sma, gue sering banget menghabiskan waktu untuk ngobrol bahkan sampe udah puas ngobrol di sekolah dan luar, kadang masih sempet aja ngobrol via telepon. Sekarang, gue jadi lebih kikuk untuk ngobrol, bahkan sama temen-temen gue sendiri yang udah lama kenal. Gue terlalu takut untuk diam di sela obrolan dan terlihat canggung, jadi agak kaku pasti kalau orang liat. Gue juga hampir engga pernah memakai  telepon, handphone Cuma dipakai telepon orang tua dan pacar.

Gue mau banget telepon sahabat gue, cuman ya itu, gue akan lebih sering diam dan mendengarkan, jadinya gue takut dibilang ga menyenangkan dalam obrolan. Untunglah gue orangnya masih bisa berinteraksi dalam bentuk teks, sejauh ini, sms dan bbm adalah cara komunikasi paling gue suka, ya mungkin karena kita dikasih waktu untuk berpikir sebelum berbicara.

Gue beruntung punya banyak sahabat yang menerima gue apa-adanya. Beneran, beberapa sahabat gue menyadari akan hal ini,  tapi mereka menerima kediaman gue. Beberapa dari mereka bilang, "iya, lo diem banget, Mar. Tapi itu ga masalah, lo cukup jadi dirilo sendiri aja". Ya, akhirnya pada orang-orang inilah lama-lama gue terbuka dan banyak bicara.

Di sisi lain? Ya, gue masih Damar yang pendiam. Mungkin karena gue butuh adaptasi yang lebih lama dari orang kebanyakan. Di Tv tempat gue dulu kerja, gue dianggap pendiam banget, kikuk, dan lain-lain, walau udah setahun lebih berada disana, gue udah mencoba, ya tapi ternyata ga semudah itu.

Gue menyukai hangout, makan rame-rame, bepergian bareng, atau bahkan nonton berdua aja. Tapi gue juga orang yang sering sendiri kemana-mana, yang ngabisin waktu baca buku cerita sendiri di perpustakaan, yang makan sendiri di restoran, dll. Ah udahlah, gue terlalu banyak ngelem dan ngelantur nih.

Saturday 19 November 2011

Dari Beranda Lantai Dua Rumahku



Dulu, aku seringkali bertanya-tanya curiga saat sedang sendirian menyepi diatas beranda lantai dua rumahku, sambil menyeruput teh manis dan memandangi bintang-bintang yang tinggal sedikit terlihat di Jakarta. Aku bertanya-tanya tentang persekongkolanmu dengan angin.


2010
Kalau anak taman kanak-kanak menyanyikan pelangi sebagai ciptaan Tuhan yang indah, maka untukku, kamu juga salah satu ciptaan Tuhan yang Indah. Wajahmu yang teduh tapi angkuh, pipimu yang kenyal bagai marshmallow, bibirmu yang tipis, tubuh, dan kulit sawo matangmu. Pokoknya semuanya.

Ah, demi apa, mataku menyukaimu dari atas ke bawah. Namun, ada sesuatu yang lebih dari rambutmu. Hmm…rambutmu yang hitam nan terurai yang….arrghhh pokoknya terlalu indah kalau hanya diceritakan. Rambutmu itu sesuatu yang harus dilihat langsung, baru bisa tau rasa kalau itu benar-benar indah.

Cantik, biar ku ceritakan beberapa rahasia. Dulu saat aku menjalani hari-hari pertama di kantor, rambutmu sering menganggu konsentrasiku. Setiap kamu lewat didepanku, aku langsung menopangkan tangan kananku di atas dagu, sambil kepalaku mengikuti arah jalanmu, menikmati rambut dan wajah angkuhmu itu.

Tapi yang membuatnya bernilai 100 adalah angin yang turut membelai rambutmu, membuat rambutmu bermain-main dibuatnya. Kalau sudah seperti itu, aku terjatuh sepanjang hari dalam rekaman visual tentangmu. Malamnya aku bertanya-tanya, apakah kamu bersekongkol dengan angin untuk membuatku terkesan.

Pernah juga saat kita berjalan bersisian, sekali lagi mataku terpana kepadamu. Melihat wajah angkuhmu, dan sekali lagi: rambutmu itu. Lagi-lagi, angin tiba-tiba datang dan menelusuri rambutmu itu. Menciptakan tarian-tarian kecil di helai rambutmu. Kamu hanya tetap memandang lurus kedepan sambil membenarkan rambutmu itu. Meninggalkan aku yang tersandung jatuh karena mataku lebih memilih melihatmu daripada melihat langkahku. Malamnya, aku bertanya-tanya lagi tentang persekongkolanmu dengan angin.


2011
Tahun telah berlalu. Malam ini, aku kembali tersandar duduk di beranda lantai dua rumahku. Masih bertanya-tanya tentang pertanyaan yang sama. Masih mencoba mengingat rekaman-rekaman saat angin menerpa rambutmu. 

Tapi tidak sendiri, ada kamu disini. Malam ini aku bertekad menemukan jawaban pertanyaanku itu setelah dua tahun kamu membiarkanku bertanya-tanya. Sambil membelai rambutmu yang bersandar di dadaku, akhirnya aku bertanya mengapa setiap kali kamu lewat didepanku, angin selalu membuatmu lebih indah, menjadikan adeganmu menjadi slow motion, dan meninggalkanku terpana.

Aku bertanya serius, tapi kamu hanya tertawa dan menyeruput teh manis milikku lalu menciumku. 
"I love you", lalu dia kembali menikmati bulan dariberanda lantai dua ini.  


I love you :)
 

Saturday 5 November 2011

Kurcaci bernama Erauld

Erauld. Begitu dia dipanggil, kependekan dari nama panjangnya Emerald karena ia punya mata seperti berlian. Sama seperti kurcaci lain di negeri itu, cita-cita masa mudanya adalah berjodoh dengan balon udara impiannya. Di negeri itu, masa muda kurcaci akan dihabiskan di balon udara, menunggu kedewasaan diatas hamparan rumput warna oranye dan dibawah luasnya langit hijau, hingga akhirnya balon udara tersebut kehabisan gas, dan tadaaaaah, selamat datang di kedewasaan.

Balon udara di negeri itu memenuhi langit hijau di negeri itu, yang seolah menjadi bintang penerang di malam harinya. Setiap tiga malam, kurcaci-kurcaci di negeri itu selalu keluar rumah untuk berkumpul di tepi pantai. Di atas pasir pantai, mereka merebahkan kepalanya sambil tertawa mengenai banyak hal. Para orang tua melihat anak-anaknya yang beranjak dewasa di atas balon udara itu. Para kurcaci saling melontarkan senyum dan tawa canda diantara cahaya-cahaya yang berpendar di balon-balon udara.

Langit hijau yang Erauld banggakan

Balon udara yang kadang bergerak dan kadang diam berarti balon udara yang sedang diisi oleh kurcaci remaja. Sedangkan balon yang bergerak perlahan sambil berputar berarti balon udara kosong yang menunggu kurcaci untuk mengisinya.

Erauld sudah tidak sabar ingin segera menikmati masa remajanya. Seingat Erauld, sejak pertama kali ia melihat balon udara yang satu itu, mata, hati, dan pikirannya selalu tertarik padanya. Balon udara berkacamata, dengan warna-warni cerah, dan ukiran dari rotan. Iya, balon udara itu adalah balon udara tercantik yang pernah Erauld lihat. 

Beberapa balon udara telah menghampirinya saat masa remajanya dimulai. Namun, Erauld masih bersabar. Ia sangat tertarik dengan balon udara yang satu itu, yang mengisi malam-malamnya. 

Namun, seiring waktu berlalu, balon udara berkacamata itu tidak juga menghampirinya. Telinga runcingnya malah sudah bosan mendengar omelan orang tuanya yang menyuruhnya segera menaiki balon udara. Erauld akhirnya memilih untuk melupakan balon udara berkaca mata itu, mungkin ia terlalu indah untuk seorang kurcaci seperti Erauld.


Saat itulah, balon udara lain, yang ternyata lebih indah datang menghampiri. Balon udara yang lebih cantik, dengan warna coklat, dan aroma kopi. Iya, balon udara beraroma kopi itu yang akhirnya menjadi jodohnya untuk menuju kedewasaan. Erauld merasa bahagia, seingatnya, belum pernah ia merasa sehidup itu. Merasakan bahwa kebahagiaan adalah suatu hal yang nyata, bukan hanya seperti dongeng malam yang dibacakan kakek. 

Suatu ketika, saat Erauld sedang menyanyikan kicauan pagi, tiba-tiba sosok itu datang menghampiri. Sosok yang pernah mengisi malam-malamnya dulu. Sosok yang pernah ia anggap sebagai ciptaan paling indah. Sesuatu yang pernah ditambatkan padanya, mata, hati, dan pikiran Erauld. Itu, iya, itu balon udara berkacamata yang dulu ia impikan. 

Balon udaraku, kamu yang mana?

Balon udara berkacamata berkata bahwa ia menyukai kurcaci itu. Ia ingin Erauld pergi bersamanya, menghabiskan proses kedewasaannya bersamanya. Bersama kacamata dan warna-warni pelanginya, sesuatu yang Erauld selalu impikan dulu. 

Erauld berdiri dan mengambil ancang-ancang. 

Ia-berdiri-dan-mengambil-ancang-ancang.....hingga ia sadar bahwa ia tidak bisa. Dan lebih dari itu, ia tidak mau. Erauld telah memilih balon udara beraroma kopi itu untuknya. Balon udara yang memberikannya kebahagiaan dan simpul-simpul senyum di masa remajanya. Ia menegaskan balon udara berkacamata bahwa ia sudah lebih dari bahagia tinggal bersama balon udara beraroma kopi, dan ia tidak akan menukarnya hanya dengan ketertarikan masa lalu. Ia memeluk erat balon udaranya, dan pergi meninggalkan balon udara berkacamata.

Ia tahu, ia telah berada di dalam kebahagiaan. Berada tinggi di atas titik nol tanah karena kebahagiaannya itu.

Erauld, si kurcaci dengan mata berlian itu, paham betul, bahwa ia tidak bisa memilih balon udara berkacamata itu.

Karena untuk melompat ke arahnya terlalu berbahaya, ia bisa jatuh lalu mati.
Dan ia juga tau, ia tidak bisa menapakkan kaki diatas keduanya, karena ia akan terlalu sibuk memikirkan cara menjalankan keduanya, tanpa ingat caranya tersenyum.

Ia memilih balon udara beraroma kopi itu.
dan Erauld tau, dialah kebahagiaan yang sebenarnya.


Halo, balon udara berkacamata,
Ketertarikan itu bukan kebahagiaan
Dan aku sedang bahagia sampai ke langit.
Kalau sudah di langit seperti ini
Mana bisa aku melompat kesana, 
apalagi menjalankan keduanya.

Peluk, Erauld

Friday 28 October 2011

A High Tree


Loving a high beautiful tree

X:   "Semakin tinggi pohon mah, semakin besar anginnya ya.
        Makin posisinya besar, ya makin sulit tantangannya"
Y:   "Iya, kayak kamu, cantik bener, jadi banyak banget godaannya,
        banyak tantangan buat aku" 
X:   "Apaan sih, Y, kamu nih, aku kan sama kamu sekarang"
Y:   "Ya abisnya sih"
X:   "Udah ah ganti topik"
Y:   "Iya deh, iya"

----------------5 menit-------------------

Y:  "Jadi, apa kabar si A? Masih suka sms kamu?
     Si B masih suka ngajak kamu jalan, ngga? Kamu masih suka mikirin si C"
X:  "Tuh, kan, mulai lagi deh"


Chasing Star

How long would you chasing that star?
How far would you go for it?
How hard you will keep your legs at it?
How bad do you want to reach it?

Just like a stars...
You are one of the most beautiful things to see on earth, 
the brightest, the one I've been longing for.

But just like a stars
You are something that I only can see from faraway distance
Something I cannot touch no matter how
You're just something that unreachable

Dear, myself...
How long? How far? How hard? How bad I want to keep reaching you?
and How come I keep put my self on it.

I keep questioning
but I keep running to you.





Are you coming too see me Mr. Star?








But once in a blue moon, I hope you're coming to see me
Once in a blue moon, just like a falling star


It's Friday night, it's raining outside, 
Kinda lonely and I'm missing you so bad.

Thursday 27 October 2011

#2

#2nd
Friday, October 28th 2011

::see 



How many percents of person have seen aurora?
 
::read
I read nothing but my textbook



::listen
"I'm as crazy as a clown tonight
a clown without a crown tonight
a simple sack of wishes and bones

But once in my life, I was the king of the earth
once in my life, I was"
-King of the earth, John Ondrasik


::interacting
I met a friend at Kopi Luwak, PI, this afternoon. We talk for hours about anything, mostly about life, love stories, family, and share laughters. It was super fun. 
"Gue kalo lagi jalan sama adek gue yang masih kecil udah dibilang bapaknya aja tuh sama orang-orang. Gue iya aja, daripada lama ngejelasinnya hahaha"

::quote of the day
"So, verily, with every difficulty, there is relief. verily, with every difficulty there is relief"
-Quran, 94: 5-6 via Khalifaturasyidin, a rocker friend with a religion.

Friday 21 October 2011

#1st

Our body need foods to grow, so does our mind and soul, it need foods also. Foods that we collect by seeing, listening, feeling, and interacting. I decided to summarize several things that enrich my everyday lives. Taken from simple ordinary stuffs but mean something, just to make sure that everyday, I got something lo learn, something about life that enrich our thoughts. 
So, here comes my first edition.

***

#1st 
Friday, October 21st 2011

::see 
It's good to be home



Night over Jakarta by Ditya



::listen
Houdini by Foster the People.
"Sometimes I wanna disappear!"


::interacting
I have a very good chat moment with her, sorry I won't share more.
"I love you so much"


::quote of the day
"I love you. I love you more than words can tell, paint can describe, and brain can imagine"
Damar Prasetya

Remembering Steve Jobs

Happiness

Damar: What is Happiness?
Bagas: "Happiness is a constant condition of life. Every seconds of our life is a happiness state because God gave us with many things we can thank God on each seconds of our life. If life is a curve, then the zero line or the ground level of it, is happiness. and Sadness is only a little dot on that line of life. You yourself determine how much you will put that sadness dots, minimum quantity or in every line"

Damar: Engga ngerti. Coba sekali lagi, apaan?
Bagas: "Bahagia itu kondisi konstan kehidupan kita. Setiap detik dari hidup kita adalah kondisi kebahagiaan karena Tuhan tidak pernah berhenti memberikan hal-hal untuk disyukuri tiap detiknya. Kalau kehidupan ibarat grafik, maka garis dasarnya adalah kebahagiaan. dan kesedihan hanyalah titik-titik kecil yang kadang mengisi garis kehidupan itu. Lo sendiri yang menentukan seberapa banyak lo bakal isi titik-titik kecil itu, dalam jumlah minimum atau titik itu ada di sepanjang garislo"

A Bad Dream

I just had a scary dream. Dream of a thing that I am really scared, maybe you guys who know me well understand what is the thing. I seldom got a bad dream, maybe only once a year or twice, and it usually happens when I fell asleep without doing my sleep prayer. And now I am trying to remember did I just lost my sleep prayer or did I already done it.

My heart beats so fast now and have this kind of shortness of breath. When I was on senior high, everytime the lights turn off on the middle of the night when I was alone at my room, I would just calling my father out loud, seriously. Then he would coming to my room, asking and saying "why are you so serious?"

It's years after the last time I did screaming like that. and Today, I decided not to do it again. I just don't wanna mess his sleeping time.

I have been falling deeper thinking about my dream :( and I need to talk to someone.
Anyone?


Monday 10 October 2011

Jatuh Cinta

Di suatu obrolan di kedai kopi berlambang merak itu, saat saya dan Bagas sedang membaca majalah pegangan masing-masing, tiba-tiba sahabat dekat saya itu bertanya, "Eh, iya, menurut lo jatuh cinta itu apa, Dam?"

Yah, saya mulai lah berbicara jatuh cinta itu begini begini begini bla bla bla, mengarang bebas dengan satu kesimpulan bahwa jatuh cinta itu ditujukan untuk seorang lawan jenis yang kita sayangi. 

Terus sahabat saya itu mengangguk, dia bilang, "Iya, ya, Dam, pikiran kita akan definisi jatuh cinta itu terlalu sempit". Saya dibuat bingung dengan pernyataan dia yang menggantung itu. Lalu mulailah dia bercerita hasil pemikiran dia. Hasil pemikiran yang dia dapat saat satu minggu lalu dimana dia putus (lebih tepatnya diputuskan :p) oleh pacarnya. 



Sahabat saya, Bagas, tadi bercerita bahwa setelah dia termenung bersedih akan kehilangan pacarnya tadi, dia tiba-tiba tersentak akan suatu kenyataan bahwa selama ini pikiran dia akan jatuh cinta terlalu sempit. Saking sempitnya hingga saat dia putus, seolah-olah tidak ada lagi cinta di hari-harinya.

Dia bilang, jatuh cinta, yang merupakan anugerah besar dari Tuhan itu ternyata hanya sebagian kecil dari jatuh cinta yang lain. Masih banyak jatuh cinta yang lain yang harus kita resapi dan jalani yang bisa menjadi sumber-sumber kebahagiaan kita sehari-hari.


Sahabat saya tadi bilang, setelah dia menyadari itu, hari-hari dia setelah putus jadi tidak seburuk sebelumnya. Dia memutuskan untuk meresapi jatuh cinta pada orang tuanya. Dia membawakan loyang-loyang pizza dan memakannya dengan mereka saat jam Opera Van Java di televisi.
Dia memutuskan jatuh cinta pada adik-adiknya dengan mengajaknya nonton kung fu panda 2 dan tertawa bersama mereka.
Dia jatuh cinta pada kuliahnya dimana ia dengan senang hati menciptakan maket-maket untuk mata kuliah stupa-nya.
Dan Bagas juga memutuskan jatuh cinta lebih dalam dengan Tuhannya, dimana ia berdoa dengan panjang dan serius. Hal yang sudah lama ia tidak pernah lakukan.

Bagas bilang dan meyakinkan saya, bahwa jatuh cinta-jatuh cinta yang ia rasakan pada orang tua, adik, kuliah, dan Tuhan tadi rasanya menyenangkan. Sama, bahkan lebih menyenangkan daripada semata-mata jatuh cinta pada seorang pacar.

"Beneran, Dam, lo pernah ngerasain senyum-senyum sendiri saat PDKT, kan? Nah, serius gue ngerasain hal itu juga kemarin, setelah gue mencoba jatuh cinta lagi sama cinta-cinta gue yang lain". Akhirnya majalah yang saya dan dia tadi baca hanya berhenti di tengah, Bagas terlalu antusias untuk bercerita lebih panjang lagi. Jadi, katanya saya tidak boleh menggantungkan cinta hanya pada satu objek saja, karena Tuhan telah menyiapkan banyak cinta yang membahagiakan juga. 

"Nah, Dam, lo boleh jatuh cinta sama pacarlo, tapi lo coba juga jatuh cinta sama yang lain. Sama temen-temenlo, sama bokap nyokaplo, sama UKDI-lo nanti, bahkan sekedar jatuh cinta sama minuman enak yang lagi kita minum ini, sama film yang nanti kita tonton, dan sama waktu yang kita habiskan ini. Inti dari jatuh cinta itu merasakan. Jadi, lo cuman perlu merasakan setiap detiknya itu bener-bener anugerah Tuhan. Sumpah itu enak banget hahaha, and this is much easier than taking candy in child's hand"

"Trust me!", dia menutup percakapan tentang jatuh cinta itu sambil akhirnya mengajak saya untuk pergi dan jatuh cinta dengan film yang akan mulai di bioskop 15 menit lagi. "Lo cuman perlu merasakan", kata dia sambil mengangkat kedua alisnya seperti biasa.

Ironi

Hidup itu anugerah. Tapi terkadang hidup begitu menggelikan karena dipenuhi ironi.

Ironi itu kalau kita dengan bangga membeli sesuatu barang merk terkenal di luar negeri,
lalu tiba-tiba saat ke kantor ada teman yang memakainya dan mengaku membelinya dengan harga sale.

Ironi itu kalau sepasang suami istri menantikan anak bertahun-tahun lamanya,
sedangkan di belahan tempat lain, ada sepasang remaja yang hamil di luar nikah tanpa niatan.


Ironi juga namanya kalau beberapa orang yang tidak kamu hiraukan begitu memperhatikan dan mencintaimu,
tapi justru orang yang kamu cintai setengah mati dan kamu harap-harapkan malah tidak memperhatikanmu.

Yah, ironi. Kamu pernah mengalaminya, ngga?


Sunday 9 October 2011

Tato

14.00
Kau bagaikan angin di kota Jakarta. Terkadang ada, terkadang tidak. Terkadang kurasakan, terkadang tidak. Terkadang mengejutkan, terkadang tiada berita. Sama seperti sore itu, dimana tiba-tiba kamu meneleponku, mengajakku untuk jalan bersama, yang aku sambut dengan Ya!, suatu pertanyaan retorik yang kita semua tau jawabannya.

19.00
Kita menikmati film itu, film mengenai superhero. Ah, apalah artinya film jika melihatmu jauh lebih menarik. Kita menikmati makan malam kita, makan malam berupa nasi berwarna merah yang disajikan diatas piring panas. Kamu menghabiskan makan malammu dengan segera, dengan cara yang berantakan hingga kamu tersadar dan bertanya, “Eh, cara makanku seperti anak kecil, ya?”, dan aku tertawa kecil tanpa butuh menjawabnya.

21.00
Pegangan tangan kita terlalu menyenangkan, tapi jadwal keretaku tidak mengizinkan kita berlama-lama menghabiskan waktu bersama. Kita sama-sama kebingungan mencari jalan keluar dari sana. Kau berjalan cepat, terlihat antusias mencari jalan keluar, seperti tokoh Dora dalam Dora the Explorer, aku bilang seperti itu dan kau menyimpul senyum. Kau berjalan sangat cepat di depanku, dengan wajah antusias mencari jalan keluar itu, dengan langkah-langkah kecil yang kau buat. Ah, sayang, bagaimana bisa tingkah kamu selucu itu.

22.00
Akhirnya kita berpisah di titik itu. Kau menunggu bus kota dan aku pamit untuk mengejar jadwal keretaku yang akan berakhir. Yaah, akhirnya kita berpisah juga. Aku menaiki tangga-tangga menuju loket keretaku hingga seketika tersentak akan tepukan di pundak belakangku. Hei, tidak mungkin ada orang lain yang mengenaliku di kota besar ini, tepukan dari siapa, aku bertanya.

22.05
Tepukan tadi ternyata tepukanmu. Sayang, mengapa kau terlalu pintar membuat senyumku tersungging kembali.  Kau langsung buru-buru berjalan mendahuluiku menuju loket itu. Mengeluarkan lembaran uang dan menukarnya dengan dua tiket kereta. Jadi, kau mengambil jalan lebih jauh untuk lebih lama bersamaku, serius?

23.00
Kita sama-sama berdiri dalam kereta itu hingga akhirnya kita sampai di stasiun kereta tujuan. Bulan sudah berpelukan terlalu mesra dengan langit malam dan bintang, menimbulkan gelapnya malam yang romantis. Kita berjalan beriringan keluar dari stasiun itu. Kau menggait tanganku dan mengajakku berdiri dibawah gelapnya malam, memelukku dan mencium bibirku. Aku mengelus pipi kirimu. Tuhan, betapa cantiknya manusia yang Kau ciptakan ini. Aku bersyukur atas dirinya.

23.00
Bumi, kenapa kau selalu berputar lebih cepat setiap kali aku bersamanya. Membuat menit terasa seperti detik. Membuat kata selamat tinggal harus terucap juga karena jarum pendek di jam tanganku menunjukkan angka sebelas. Aku mengantarmu kembali menaiki kereta menuju rumahmu. Meninggalkan aku yang menaiki kereta berbeda.

23.30
Malam, terima kasih telah meminjamkan gelapmu. Engkau mengizinkanku mencium, memeluk, dan mengelus pipi kirimu. Kapan-kapan pinjamkan lagi gelapmu, ya, Tuan Malam :)




22.30-sekarang
Sayang, bahagia dari dirimu kok seperti tato, masih melekat di benak sampai sekarang. Beneran!

Tuesday 27 September 2011

Present



When I was reading at the library, a friend of mine asked me:
NN: "Hei, Dam! So you're graduated yesterday, right? Then, what present will you ask from your parents?"
DP: "Hmm..I don't think it's me who should get a present, I guess we are the one who supposed to give them present because they afford us to get education at this level"
NN: "Hmm..I guess you're saying the right thing"
DP: "I-y-aa-h"

In my opinion, it's really not a suitable statement when you finished your school, graduated from university, or got a title, then we ask our parents for such a present of what we have accomplished. They afford our school, they pray, they use their money so we could have a good education, and also they sacrifice. So, it's not right if we ourselves that ask them again about present after all they've did.

Just imagine this situation: you helped someone to have a good career. In the end, what is the right thing? After he/she succeed, is it (a) you who supposed to give him/her present or (b) he/she who give you and thanking you? I know I'm taking this too serious, but come on, I'm just taking us into the right thinking thing.

Some of my friends get latest gadget for their graduation, some got vacation. A friend of mine even get her eurotrip from her parents. A hundred percent I'm not envy of them because of my thinking which I already told you before. 

Finishing school/university is our responsibility as a good child to our parents. It would made them proud, but bigger than that, all this education things is a responsibility that we did for the sake of ourselves. And, guys, we should thank our parents for that, we are the one who should give them present after all they gave to us.

So, Ayah dan Bunda, I'm thanking you for all of your sacrifices.
And I'm gonna give you guys a present when time is perfect.
Love you :)

EAT PRAY LOVE


Hai, I just watched Eat Pray Love, a movie which became popular in our country due to existence of Bali in the movie. This is too late maybe you guys are already watched the movie but overall I just would like to say that the movie was very good indeed. 



Eat Pray Love taught me many lessons about life. Just like Elizabeth Gilbert, we, ordinary human sometimes experience several times when we feel so depressed and empty. Well, I guess I never been on that empty phase which turn me so bad, I just experienced some boredom on my life.

Human being is vulnerable of that emptiness, because we are a living thing with emotion. And sometimes emotion taking control of ourselves. Some people have the money, the religion, having a family, making child, run a good business, have a good position and career, and other that happiness thing, but somehow there is a  cavity.

Many people don’t know what is the thing that should be fill in that poor cavity.
And this is what Elizabeth Gilbert searching for a year.



 She went to several countries to find out the key of happiness that has been lost from her.
First of all, she went to Italy to taste some world's best cuisine, to gain happiness by eating. Then she went to India to pray, to search the power of God that lead her to peace and calmness. Finally, she arrived at Bali, to learn about life and love.

Above all, I really think this movie was a great movie. It gives me something to think about, something to concern, something that became my reason of happiness. I really believe that you guys should watch this movie, because it teach you about life, many great lessons that you could extract.

EAT PRAY LOVE.
Is the other words of being happy :)

pictures taken from here



Friday 16 September 2011

Curhat 03.00 Pagi


Hey, ini pukul 3.00 Pagi, 17 September 2011. dan gue masih terjaga bersama beberapa teman nokturnal lainnya via blackberry ini. Beberapa hal berputar-putar di pikiran gue deh. Hmm tulisan ini hanya prolog aja sih, nanti memoar lengkapnya akan gue tulis setelah resmi selesai :)

Postingan ini curhat banget. Gue lagi pengen nulis aja hehehehe

Gue sedang melakukan hitung mundur. Hitung mundur mengenai pendidikan profesi dokter gue atau dokter muda/koas/apapun-itu-lah-namanya, yang sisa 7 hari lagi. Tujuh hari dari total 1,5 tahun koas. Atau 7 per 45 hari. Kalau diibaratkan menunggu download, progressnya 99,9%.

Tiba-tiba gue melihat ke belakang, ke jejak-jejak langkah yang udah gue lewatin. Yeah, lo boleh bilang hal ini sepele dan gue terlalu membesarkannya. Tapi kalau sekolahlo menyediakan pelajaran kesabaran, jaga malam, pelajaran berbesar hati, pelajaran membagi waktu, dan melihat banyak kematian di depanlo, lo pasti juga akan merasakan hal yang sama seperti gue. Ini beneran 1,5 tahun yang banyak mengubah hidup gue, dan gue, sama seperti koas-koas lainnya mendapatkan hal yang tidak semua orang bisa dapatkan.

Kalau gue melihat lebih ke belakang lagi, ke jejak-jejak langkah yang gue lewatin lebih jauh lagi, gue makin berpikir dalam. Ya Tuhan, Allah SWT, ternyata udah lima tahun gue ada di Palembang ini. Meninggalkan rumah gue disana, meninggalkan ayah, bunda, keluarga, dan teman-teman gue disana. Hahaha, keluarga gue engga pernah terpikir gue akan kuliah seperti ini karena gue engga pernah menyatakan ini sebelumnya kepada mereka, hanya Ayah dan Bunda aja yang tau.

Gue bukan datang dari keluarga yang berlimpah harta, tapi Alhamdullilah banget, keluarga berkecukupan kok, malah tetap lebih. Gue inget deh hahaha saat semester awal kuliah, uang masuk gue 20 juta. Yeah, walau lebih murah dibandingkan fk lain yang harganya lebih besar dari itu bahkan di fk swasta sampai ratusan, tapi 20 juta itu tetap angka yang besar untuk gue dan keluarga.  Akhirnya, Ayah dan Bunda menabung ditambah meminjam uang dari keluarga lain untuk menutupi sementara uang itu, Alhamdulilah, Ayah dan Bunda sekarang sudah melunasi uang itu walau dengan mencicilnya. Makasih banget deh gue untuk Om dan Tante gue satu itu.

Yah, intinya gitu deh, kuliah itu capek, menjengkelkan, dan kadang ngeselin banget orang-orangnya. Tapi kalau inget perjuangan dan doa Ayah dan Bunda serta keluarga lainnya, itu capek ilang deh hehe. Gue bersyukur banget bisa kuliah, bersyukuuur banget. Sori banget, gue seringkali memandang sebelah mata anak orang kaya yang engga mau kuliah, ih, itu bodoh banget deh.

Udah 1,5 tahun gue engga pulang ke Jakarta. Selama koas ini, dimana libur hanya ada 2 minggu, itu juga gue ga pulang karena sayang ongkos, gue pengeeenn banget pulang. Udah 1,5 tahun engga liat kamar gue, ngerasain tidur disana, ngerasain makanan disana yang ga pedes-pedes seperti disini, ketemu temen-temen gue, nemenin Bunda kesana-kemari, dengerin drama-drama Bunda, jalan sama Anggi dan Hendy yaitu dua sepupu terdekat gue, nemenin eyang gue yang buta :(, dan makan malam di meja makan sama Ayah.

Tuhan, Allah SWT, terima kasih atas semuanya, maafin aku yaa aku kadang suka males ibadahnya, tapi aku selalu bersyukur karena Allah SWT selalu baik. Tuhan, Allah SWT, Yang Maha Pengasih, aku berdoa supaya saat yudisium, semua nilaiku lulus. Aamin..

:)

Monday 5 September 2011

Stop Cryin' Your Heart Out

Hai, selamat pagi. Gue ngga tau sebenernya mau nulis apa, tapi ini bangun lumayan pagi jadi pengen nulis aja sebelum berangkat kuliah. So, this gonna be random, very random.

Kemaren rotasi koas gue udah masuk ke stase baru, stase Ilmu Kedokteran Keluarga. Dan, ini adalah (insya Allah), stase terakhir gue sebagai koas. Iya, dalam 3 minggu kedepan ini, perjalanan koas gue selama 1,5 tahun akan selesai (semoga ngga ada yang ngulang yaa Tuhan).

Semakin inget kalau stase ini adalah stase terakhir, perasaan jadi simpang siur, kebanyakan hati gue diisi perasaan lega sih, bagaikan ada beban berat di punggung yang akhirnya bisa dilempar dengan sukacita. Tapi ada juga kok mellownya, kalo inget temen-temen disini.

Di Palembang ini, gue agak susah mendapatkan teman dekat, entah karena guenya yang kurang bisa supel, gue yang kadang ansos, atau mereka yang berpikir gue somekind of alien that lives his own world hehe. Ya, jadi gitu, gue kenal banyak orang, tapi teman yang deket itu ga begitu banyak, dan gue bersyukur akan hal itu.

Ohya, gue beberapa kali mengalami masa dimana gue kehilangan teman bukan karena kesalahan gue sendiri (percayalah), yang membuat gue harus menjauhi teman-teman gue, yang ujungnya membuat gue kehilangan mereka. God, masa-masa itu salah satu masa terberat dalam hidup gue di Palembang ini.

Setiap kehilangan teman atau harus meninggalkan teman, gue ngerasa seperti ada bagian dari zona aman gue yang terganggu yang membuat keseharian gue pincang, dan harus beradaptasi lama untuk bisa kembali berjalan.

Beberapa bulan setelah kehilangan itu, gue udah bisa berjalan lagi, tapi kalau ngeliat foto mereka lagi bareng, di hati gue terbersit "Damn, i should have been there in this picture", tapi gue menerima itu sebagai bagian hidup gue kok. There's a reason and time for everything.

Ya, ujungnya gue kalau cerita lebih sering ke sahabat-sahabat gue di Jakarta via sms, bbm, chat, ataupun telepon. Ya, gimana ya, gue anak tunggal, yang dari kecil lebih sering sendiri, gue ngga sering menghabiskan waktu dengan sepupu gue sehingga teman-teman baiklah yang gue anggap seperti saudara gue.

Hmm...berbicara tentang kehilangan tadi, di titik-titik rendah dalam hidup gue tadi, beberapa hal berubah dalam diri gue yang mungkin membuat gue jadi sedikit berubah dari diri gue yang dulu. Gue jadi lebih sering ansos, sering diem, bahkan kadang kemampuan mengobrol gue berkurang hehe.

Tapi, gue yakin gue ngga pernah sendiri kok, karena ada Tuhan. Ohya, gue pernah baca tulisan bagus deh. Jadi, kenapa ada orang yang pergi dari hidup kita? Itu karena Tuhan melakukan semacam rolling, dimana jika ada orang yang pergi, maka akan ada orang lain yang datang dan mengisi hidup kita lagi. Terus, pernah kok saat orang pergi tapi ngga ada orang lain yang datang? Itu berarti, Tuhan hanya lagi ingin lebih dekat dan intim sama kita, hanya berdua.

Ya, gue yakin deh, Tuhan punya alasan untuk semua hal. Saat gue kehilangan satu, Tuhan menggantinya dengan sepuluh. Ada satu film judulnya The Butterfly Effect, filmnya bagus deh, bercerita bahwa hidup yang sekarang kita jalani ini adalah yang terbaik untuk kita, ngga peduli bertapa pernah salahnya keputusan yang kita ambil. Di film itu, dia bisa kembali dan merubah hal yang ingin dia ubah, but change one thing, change everything.

Film itu punya soundtrack yang menjadi salah satu lagu kesukaan gue sepanjang masa haha, lagunya Stop Cryin' Your Heart Out oleh Oasis. Lagunya mengajarkan tentang ketegaran dalam menghadapi kesedihan dan kehilangan. Hmm, iya, ini lagu yang bagus untuk mengobati kehilangan. Ini reff-nya:

'Cause all of the stars
that faded away
Just try not to worry
You'll see them someday
Take what you need
and be on your way
and stop cryin' your heart out

Ya, intinya gue menerima orang-orang yang pergi dari hidup gue dan orang-orang yang datang setelahnya, lalu gue bersyukur atas orang-orang yang selalu ada dalam hidup gue. Yah, untuk teman-teman baik gue di Palembang, terima kasih ya atas kebaikan selama ini, maaf kalau gue ada salah sama kalian. Untuk teman-teman baik gue di Jakarta, I'll see you soon.

*hehehe sorry ya gue agak sedikit curhat di postingan kali ini. Gue lagi pengen nulis dan cerita aja, because i speak louder by text.

Sunday 21 August 2011

Sabar

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ (2:45)

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (2:153)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (2:155)

Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar (8:66)

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik) (13:22)

Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik (70:5)

(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur (3:17)

Al-Qur'an

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...