Tuesday 18 December 2018

18(5)



Dalam bukunya yang berjudul Muhammad: Lelaki Penggengam Hujan, Tasaro GK menulis definisi tentang cinta yang menurut gue lumayan tepat. Kutipannya seperti ini:

“...mencintai itu, kadang mengumpulkan segala tabiat menyebalkan dari seseorang yang engkau cintai, memakinya, merasa tak sanggup lagi menjadi yang terbaik untuk dirinya, dan berpikir tak ada lagi jalan kembali, tapi tetap saja engkau tak sanggup benar-benar meninggalkannya.”
Kalau dipikir ulang, yang namanya cinta ya demikian. Kalau hanya sekadar mencintai saat senang, bahagia, apalagi euforik, tidak perlu butuh cinta. Semua orang bisa menjalaninya. Namun, kalau saat sedih, depresi, atau distres, tidak semua orang mampu bertahan pada seseorang yang pernah dipilihnya.

Gue tau pacarku benar-benar cinta sama gue karena kami sudah melewati masa sedih, depresi, dan distres itu bersama-sama. Banyak waktu dimana dia telah menjadi mood boster-ku, tapi ada juga masa dimana dia jadi mood destroyer-ku, begitu juga sikap gue kepada dia.

Melewati semua ketidaksempurnaan kami berdua sebagai manusia, melewati beberapa umpatan, dan menerima beberapa sikap-sikap menjengkelkan kami masing-masing, gue rasa kami paham bahwa ini benar-benar cinta karena satu hal, yakni karena kami berdua masih sama-sama bertahan.

Masih mencoba untuk menyenangkan satu sama lain.
Masih mencoba menyemangati cita-cita masing-masing.
Sambil menerima kejengkelan yang pasti ada.
Karena sama seperti saat kita menerima suatu hal, kita tidak hanya menerima sisi baik dari hal tersebut, tapi juga sisi lemahnya. Apalagi dalam hal manusia.

Ketika gue bilang sayang sama dia,
maka gue berarti menerima hal-hal yang ada dalam dirinya.
Baik dan buruknya. Soalnya, pada akhirnya tetap saja engkau tak sanggup benar-benar meninggalkannya.

Makanya, kami tetap bertahan.
Sampai hari ini, di hari ulang tahunnya dan hari jadi kami yang kelima.
Semoga sampai esok, lusa, tulat, tubin, dan istilah untuk esoknya lagi.



Selamat ulang tahun.
Aku sayang kamu. 

Monday 10 December 2018

Lelaki Harimau

Sejak memasuki tahap madya dan senior di pendidikan spesialis, akhirnya gue mulai bisa membaca buku cerita lagi, walaupun harus hati-hati banget karena kalau keasyikan malah nanti buku pelajarannya terbengkalai, padahal tugas baca juga makin tinggi. 

Lelaki Harimau - Eka Kurniawan

Minggu lalu, gue berhasil menyelesaikan salah satu buku dari Eka Kurniawan, penulis yang namanya sedang naik daun banget. Bukunya berjudul Lelaki Harimau. Konon buku ini sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan mendapat apresiasi yang baik. Awalnya selain karena nama penulisnya (gue sudah punya semua buku Eka Kurniawan, kecuali yang paling hits itu: cinta itu luka), gue juga beli buku ini karena hubungan gue yang sangat baik dengan buku berjudul mirip dari Mochtar Lubis yakni Harimau Harimau. 

Namun, kalau di buku Harimau Harimau tidak ada harimau di tubuh tokohnya, kali ini ternyata beneran ada. Entah sebagai metafora atau benar-benar. Buku ini hanya memiliki lima bab dengan tiap bab menceritakan periode kisah masing-masing yang semuanya membentuk keseluruhan cerita dan jawaban dari kejadian yang terdapat di awal bab dan juga di halaman resensi buku. 

Kisahnya berikut:
Pada lanskap yang sureal, Margio adalah bocah yang menggiring babi ke dalam perangkap. Namun di sore ketika seharusnya rehat menanti musim perburuan, ia terperosok dalam tragedi paling brutal. Di balik motif-motif yang berhamburan, antara cinta dan pengkhianatan, rasa takut dan berahi, bunga dan darah, ia menyangkal dengan tandas. "Bukan aku yang melakukannya," ia berkata, "Ada harimau di dalam tubuhku."

Menurut gue ceritanya bagus. Gue pernah coba baca buku Eka yang lain kecuali Cinta itu Luka. Menurut gue, buku ini memang yang paling mengalir bahasanya dan ceritanya jelas terbentuk dari awal; menarik juga karena pertanyaan tentang kenapa Margio bisa membunuh Anwar Sadat dengan cara menerkam sudah digadang-gadang dari awal mula buku. 

Secara keseluruhan, gue suka buku ini karena mampu menjelaskan isi pikiran dan perasaan dari tiap-tiap tokoh yang ada. Oh ya, untuk yang belum suka baca, buku ini juga punya cerita mengalir dan halamannya tidak masif, sehingga bisa untuk coba dibaca. Sila coba membaca! :)


Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...