Saya
masih ingat betul pada suatu siang di sela-sela kelas empat SD saat saya
kebetulan duduk tepat di depan meja Ibu Kuswati itu, saya bertanya kepadanya
suatu hal. Saya bertanya “mengapa orang tua menyayangi anaknya?” Ibu guru itu
pun menjawab, “pertanyaan aneh. Ya, tentu sayang, kan anak itu dari darah
sendiri”. Setelahnya, saya kurang paham akan kiasan itu dan larut pada
pertanyaan sendiri. Mengapa orang tua sayang pada anaknya? Padahal bisa jadi
anak tersebut nakal, merepotkan, dan menghabiskan uang. Mengapa tidak habiskan
uang untuk diri sendiri saja, begitu pikir seorang saya yang masih kelas empat
sekolah dasar.
Beranjak
dewasa, saya jadi mempertanyakan kembali jawaban ibu guru tersebut. Pertanyaan
itu kembali muncul setelah saya bertemu seorang ayah baru yang menjadi teman
hidup ibu saya. Apakah bisa ada rasa sayang seorang orang tua kepada anak tanpa
ada aliran darah yang sama. Tanda tanya.
Pada
awalnya, seperti kebanyakan anak lain. Saya pun merasa asing. Betapa canggung
dan gugupnya saya pada awalnya untuk bertemu dengannya setiap hari dalam rumah
kami. Namun, hari, bulan, dan tahun-tahun berganti membuat saya lunak hingga
akhirnya di suatu sore memanggil beliau dengan kata “Ayah”.
Semakin
waktu, saya semakin dekat dengan ayah saya itu. Beliau adalah orang yang penuh
ayom. Beliau adalah orang yang selalu ada saat ibu atau saya membutuhkan
sesuatu. Entah bagaimana juga nasib kehidupan saya tanpa ada beliau.
Benar-benar, lelaki satu itu adalah salah satu anugerah terbaik yang diberikan
Tuhan pada saya dan ibu saya. Kalau saja dibolehkan Tuhan, sungguh ingin saya
samakan beliau dengan malaikat pelindung.
Begitu
banyak hal baik yang bisa saya pelajari dari beliau. Jika oleh teman-teman
kuliah dan kerja saya dikenal sebagai orang yang sabar, sungguh kesabaran saya
tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan beliau. Betapa bersyukurnya saya
diberikan panutan berupa Ayah-Ayah yang luar biasa. Kesabarannya terlihat dari
caranya bertindak dan berbicara. Selain itu, kesabarannya juga terlihat saat ia
meladeni emosi ibu dan saat merawat sakit ibu yang biasanya tidak pernah
sebentar. Saya banyak sekali belajar darinya.
Satu
hal lain yang hingga saat ini masih saya pelajari dari beliau adalah
keikhlasan. Terkadang pada hal-hal yang menimpa saya pada hidup ini, saya
menerima tapi masih dibayangi oleh rasa-rasa tidak ikhlas. Dari beliau lah,
saya belajar arti dari keikhlasan. Keikhlasan beliau saat melihat saya gagal,
keikhlasan beliau saat merawat ibu sakit, keikhlasan beliau saat dirinya sakit,
dan banyak sekali pola-pola keikhlasan yang beliau miliki.
Ayah
saya satu itu adalah salah satu manusia yang saya tahu jarang sekali mengeluh.
Entah mulai dari masalah kecil hingga besar, beliau memiliki pola pikir yang
menenangkan dan bisa diandalkan. Itu adalah salah satu kualitas manusia yang
hingga saat ini masih saya pelajari dari beliau.
Berbicara
kembali mengenai jawaban guru kelas empat sekolah dasar saya, saya ingin
menambahkan jawaban beliau. Seorang orang tua tidak hanya bisa menyayangi
anaknya karena anaknya berasal dari darahnya. Ada hal lain yang juga bisa
menghasilkan kasih sayang yang sama besarnya selain darah.
Hal
tersebut adalah udara.
Bila
saya uraikan kembali, hubungan antara Ayah saya yang satu ini dengan saya bukan
dibentuk oleh darah, tapi oleh unsur kehidupan lain yang penting yakni udara. Tautan
kami bermula dari udara-udara yang kami lepaskan dan hirup satu sama lain di
penjuru rumah kami. Selama bertahun-tahun dalam rumah kami, udara di rumah
diisi oleh kasih sayang beliau kepada saya dan ibu. Dan selama tahun-tahun
itulah, paru-paru saya dihidupkan jiwanya oleh beliau.
Udaralah
yang mempersatukan kami sebagai Ayah dan anak. Beliaulah yang menghidupi kami
dalam setiap detiknya. Aku membutuhkannya seperti aku membutuhkan udara. Dan
pada akhirnya, silahkan kalian jawab sendiri, bagaimana rasanya hidup tanpa
udara.
Tuhan,
terima kasih atas Ayah(s) dan Ibu yang kau anugerahkan kepadaku di dunia ini.
Sungguh, merekalah salah satu karunia terbesar yang menjadi alasan untuk aku
hidup di dunia ini. Semoga Engkau memberikan banyak waktu agar masih banyak
kebahagiaan yang bisa aku berikan kepada mereka.
No comments:
Post a Comment