Wednesday, 21 January 2015

Kuat


Kuat. Mungkin kata itulah yang saya gunakan bila saya ditanyakan seperti apa keluarga saya. Dalam hal ini, saya ingin bercerita sedikit mengenai beberapa manusia dalam keluarga Ayah saya.

Dalam masa saya kuliah dulu, rasanya berat sekali untuk meminta uang kepada orang tua saya. Oleh karenanya sebisa mungkin saya mencari akal untuk mencari pundi-pundi pendapatan lain. Seiring dengan niat baik tersebut, Tuhan membuka jalan. Tiba-tiba saya sering sekali kedapatan kerjaan untuk menerjemahkan jurnal-jurnal residen, membantu penyusunan tesis residen, menjadi penyiar berita di tv lokal, dan ikut lomba-lomba yang beberapa saya menangkan. Tuhan buka jalan.

Ternyata hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh saya, tapi juga oleh dua orang saudara saya yang terdekat yakni Aprita Anggraini dan Hendy Putranto. Saat menjalani kuliah kemarin, Aprita juga bekerja di salah satu perusahaan di Wisma Mandiri. Ia membagi pikiran antara skripsi dan pekerjaannya. Setiap hari saya yang berangkat pukul 05.30 merasa itu terlalu pagi, tapi ternyata Aprita berangkat pukul 05.00 dan pulang lebih larut dari saya. Pada akhirnya ia telah menyelesaikan kuliahnya dan masih tetap bekerja seperti biasa untuk dirinya sendiri dan terutama untuk keluarganya. Tuhan buka jalan.

Selain itu, Hendy Putranto yang sedang menjalani tahun pertama kuliahnya justru lebih kuat lagi. Sejak tahun pertama kuliahnya, ia bekerja di kampusnya sendiri. Pekerjaannya di kampus membuatnya berangkat lebih pagi dan pulang lebih petang. Gaji yang didapat tentu tak banyak, tapi sungguh berarti untuk bisa melanjutkan kehidupan dan pendidikan di masa sekritis ini. Seperti diketahui, mahasiswa sekarang adalah perpaduan antara serius belajar (kalau serius) dan memaksimalkan hiburan harian. Dan satu hal yang terkadang membuat saya sedih adalah ia jarang sekali bersenang-senang.

Barusan malam, saya membeli obat untuk ibu mereka yang sedang sakit. Setelahnya saya sisihkan sedikit uang untuk Hendy, dan betapa ia sungguh berterima kasih sambil berkata kebetulan ia sedang tidak memiliki uang lagi. Saya jadi teringat masa-masa saya saat kuliah dulu.

Ohya, dahulu saya juga ingat saat saya sedang terburu-buru karena memiliki jam siaran langsung di sore hari, saya melewati seorang sales di bagian elektronik di mall itu. Entah saya merasa pernah melihat orang tersebut dan ia pun demikian sehingga akhirnya kami bertukar senyum. Esok paginya saat kuliah, baru saya sadari ternyata ia adalah adik kelas saya. Ternyata kedua orang tuanya hanya petani sehingga ia butuh bekerja untuk menyambung kehidupannya. Belakangan saya ketahui ternyata ia salah satu mahasiswi cumlaude saat lulus. Sungguh membanggakan.

Ah, memikirkan lebih dalam mengenai hal-hal tadi, saya kadang merasa bersalah sendiri karena saya terlalu sering menonton bioskop, makan enak di restoran, atau sempat juga kadang pelesir sejenak. Mungkin seharusnya saya lebih banyak membahagiakan keluarga dan membantu orang-orang lain yang kekurangan daripada sekedar menghabiskan uang demi makanan enak semata.

Hehehe. Mungkin ada yang menganggap hal ini berlebihan. Namun, sungguh, untuk saya sendiri mereka adalah salah satu pelajaran berharga yang memberi saya semangat sehari-hari.

Tuhan buka jalan.
Dan kita juga bisa membuka jalan untuk orang lain.
Kalau saja mau.

No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...