KEBAHAGIAAN DALAM UKURAN KILOGRAM
Damar Prasetya Ajie Putra
Essay Sukses Terbesar Dalam
Hidupku untuk Seleksi Beasiswa LPDP
Kesuksesan bukanlah semata-mata
mengenai pencapaian pribadi kita. Kesuksesan sesungguhnya adalah saat kita
dapat berguna bagi orang lain dan saat kita bahagia dan mampu membahagiakan
orang lain.
Saya bertugas sebagai dokter yang
menangani kesehatan dan gizi anak di salah satu Puskesmas di Jakarta. Sejak
tahun 2013, saya juga telah menangani masalah gizi buruk yang terjadi pada anak-anak.
Berbicara mengenai gizi buruk, pada tahun 2012, jumlah balita yang kekurangan
gizi di Indonesia adalah sekitar 900 ribu jiwa atau 4,5% dari seluruh jumlah
balita di Indonesia.
Pengalaman mengenai sukses terbesar
dalam hidup saya bisa dijelaskan melalui pengalaman seputar anak dengan gizi
buruk, yakni AN, RD, dan DF. Mereka bertiga adalah pasien-pasien dengan gizi
buruk yang ditangani di Puskesmas tempat saya bekerja. Mereka bertiga datang
semata-mata untuk berobat seperti biasa. Gizi buruk yang dialami oleh anak
tersebut baru diketahui oleh orang tuanya setelah penilaian gizi yang rutin
dilakukan. Kebanyakan dari orang tua tersebut malah tidak mengetahui bahwa anak
mereka mengalami gizi buruk.
Penanganan gizi buruk merupakan
suatu hal kompleks yang membutuhkan kesabaran karena waktu terapi yang lama dan
membutuhkan kerja sama dari banyak pihak. Ketiga pasien tersebut dirawat di
Puskesmas kami dengan saya sebagai dokter penanggung jawab TFC atau Therapeutic Feeding Center. Setiap hari
kami melakukan penanganan dan pemeriksaan gizi pada mereka hingga akhirnya
mereka diperbolehkan pulang setelah berat badan mereka tidak lagi berada di
bawah batas gizi buruk. Setelah pulang mereka masih diwajibkan untuk kontrol
kembali untuk memeriksakan ulang status gizinya.
Status gizi berpengaruh erat
terhadap pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Anak dengan gizi buruk
biasanya berperingai rewel dan mudah menangis, seperti yang didapatkan pada
ketiga anak tersebut pada awalnya. Selain itu, perkembangan mereka pun
terhambat, seperti anak AN yang pada usianya yang dua tahun keatas masih belum
dapat juga berjalan, yang dikira oleh orang tuanya hanya sebatas terlambat yang
tidak perlu dirisaukan. Tentu selain perkembangan motoriknya tadi, status gizi
anak juga ikut memperngaruhi kecerdasan anak nantinya.
Kesuksesan adalah saat dimana saya
dapat menjadi manusia yang berguna bagi orang lain seperti saat mereka selesai
menjalani perawatan gizi buruk tersebut. Selain melihat perbaikan dalam
tampakan fisik mereka, saya pun merasa bahagia melihat raut wajah mereka yang
tadinya rewel, kini telah berubah menjadi lebih ceria. Anak tersebut dapat diajak
bercanda bahkan mau digendong tanpa takut dan menangis. Selain hal tersebut,
satu hal yang paling membuat saya bahagia adalah saat beberapa bulan setelah
perawatan, anak AN datang kembali ke Puskesmas kami. Ibu dari anak tersebut
mencari saya sambil menggandeng anak tersebut dan berkata bahwa anaknya telah
mulai dapat berjalan walau masih butuh bantuan dari ibunya. Pada saat itulah,
pikiran saya kembali ke bulan-bulan sebelumnya dimana anak, yang tadinya rewel
dengan iga menonjol dan tulang kaki yang kurus itu, kini dapat berjalan
tertatih-tatih sambil tertawa kegelian dibercandakan oleh orang sekitarnya.
Selain merasa senang melihat
perubahan yang terjadi pada mereka, saya pun turut merasa senang karena ilmu
yang saya pelajari selama ini dapat secara langsung saya terapkan kepada orang
lain, sebab memang begitulah tujuan utama pendidikan, yakni untuk
memanfaatkannya demi kebaikan orang lain. Pencapaian saya yang satu ini
melebihi hadiah piagam, trofi, ataupun uang tunai sekalipun. Hal ini merupakan
suatu perasaan yang tak bisa dinilai dengan materi. Selain merasa puas secara
duniawi, tentu hal ini juga merupakan pundi-pundi pahala yang dapat saya
kumpulkan satu per satu di dunia ini. Perawatan dan kesabaran kami dalam
menangani anak-anak bergizi buruk yang kami temukan tidak menambah pendapatan
materi kami, tetapi sungguh dibalik itu, tentu ada berkah yang nilainya lebih
dari sekedar materi semata.
Pada akhirnya, memang penting bagi
manusia untuk memiliki cita-cita. Tidaklah salah untuk bercita-cita
membahagiakan diri sendiri seperti bercita-cita pergi ke Paris, memiliki mobil
mewah, memiliki rumah besar, ataupun semacamnya. Namun, jangan lupa untuk
memiliki cita-cita untuk membahagiakan orang lain sekecil apapun bentuknya
karena kesuksesan yang kita lakukan untuk diri kita sendiri akan habis untuk
kita sendiri, tetapi kesuksesan yang kita lakukan demi kebahagiaan orang lain
akan terpatri selamanya dan menjadi sukses terbesar dalam hidup kita. Contohnya
untuk saya, kesuksesan terbesar saya justru didapat dari sekedar poin-poin
kilogram yang bertambah pada anak-anak dengan gizi buruk.