Jadi urusan
kedua saya ke Yogyakarta minggu lalu terkait dengan program sosial beasiswa
saya. Jadi, program beasiswa saya membuat sumur bor di Desa Pengkok, Gunung
Kidul, Yogyakarta, dimana sebelumnya desa tersebut memiliki masalah kekurangan
air. Alhamdulilah banget sumur bornya berhasil mengeluarkan air cukup deras
gitu. Semoga aja sampai kapan juga bisa digunakan dan penuh manfaat gitu.
Jadi kami
berangkat dari kota Yogyakarta sekitar pukul dua siang dan sampai di Gunung
Kidul pada pukul empat sore. Sesampainya disana, akhirnya saya ketemu
teman-teman sekelompok saya! Bahagia banget rasanya ketemu mereka lagi. Terus
kami langsung ngobrol sambil antre beli es the gitu. Foto-foto sebentar lalu
ngobrol-ngobrol lagi.
Nah, setelahnya
sih acara resmi gitu. Kita bantu-bantu menyiapkan ini dan itu. Angkat ini dan
itu. Lalu duduk manis mendengarkan acara peresmian dan syukurannya itu. Bapak
yang mewakili desa setempat bilang sumur bor ini semoga menjadi amal jariyah
karena selama airnya masih mengalir, berarti amalannya ya ikut mengalir. Lalu
sambil menunggu acara syukuran pada malam harinya, kami semua makan nasi tumpeng
yang sudah disiapkan. Saat itu gak ada piring, jadi banyak yang merobek daun
pisang untuk alas makannya. Lucu.
Malamnya, kami
di masjid desa setempat mendengarkan ceramah. Ceramahnya tentang meraih mimpi
gitu. Gak peduli kamu dari desa, atau bapak ibumu dari desa, kamu tetap bisa
meraih cita-cita kamu karena sekarang banyak fasiitas tersedia. Begitu katanya.
Setelahnya
sekitar pukul sebelas, kami menaiki bus lalu berangkat ke Pantai Kukup. Saya
duduk sama Alfian, lalu di depan saya ada Anindito dan Wahyu. Di bus malam itu,
semua orang tertidur. Sisa saya aja kayanya yang terjaga sambil melihat
kegelapan kanan kiri. Perjalanan sebelum sampai ke Pantai Kukup itu sekitar
satu setengah hingga dua jam.
Setelah perjalanan penuh kegelapan itu, akhirnya kami tiba di Pantai Kukup. Saat saya dan teman-teman dekat saya mencari-cari lokasi untuk bisa merebahkan diri, kami gak menemukan lokasi yang pas. Jadinya, kami semua keluar lapangan gitu dimana terdapat kayu yang sudah disusun untuk api unggun. Setelahnya kami menyalakan api unggun tersebut sambil duduk-duduk diatas backdrop besar yang dijadikan alas.
Lama kelamaan
setelah api unggun meredup mati. Kami semua mengobrol sambil merebahkan diri.
Malam itu rasanya jadi salah satu malam paling indah buat saya. Untuk pertama
kalinya, saya tidur dibawah langit penuh bintang-bintang yang terang sekali
berpijaran, suatu hal yang tidak pernah bisa didapatkan di Jakarta. Sambil
melihat bintang-bintang itu, kita mengobrol banyak. Mulai dari saling
ledek-ledekan, berbicara tentang pengalaman dan kenangan lama, bahkan sampai
bicara serius mengenai pemanasan global. Saya dan teman-teman dekat mengobrol
berjam-jam sambil tetap merebahkan diri melihat bintang-bintang di langit.
Sesekali kami mendengar teman-teman lain yang asik bermain kartu werewolves sambil tertawa penuh seru.
Saya, Anindito, Alfian, Jeffy, Sylvia, Yunny, Ichsan, Wahyu, dan Salam, masih
terus menatap bintang sambil dengan sok pandai menerka ini rasi itu dan itu
rasi ini walau tidak ada satu pun dari kami yang sekolah di bidang astronomi.
Sambil masih sibuk mengobrol, tiba-tiba Saya melihat bintang jatuh. Ini pertama kalinya bagi saya melihat bintang jatuh. Ichsan dan Wahyu juga ikut melihatnya. Begitu rupanya yang namanya bintang jatuh. Sebelumnya saya hanya menerka-nerka bentuknya dalam komik dorameon saja.
Setelah jam-jam
penuh tawa itu, akhirnya satu per satu dari kami tertidur dibawah naungan langit
malam penuh bintang. Dan pada masa itu, saya rasa semua hal yang ada di muka
bumi ini berkonspirasi untuk membahagiakan saya.
Allah SWT,
Tuhan Semesta Alam, terima kasih…
No comments:
Post a Comment