Wednesday 27 May 2015

Yog (2)



Jadi urusan kedua saya ke Yogyakarta minggu lalu terkait dengan program sosial beasiswa saya. Jadi, program beasiswa saya membuat sumur bor di Desa Pengkok, Gunung Kidul, Yogyakarta, dimana sebelumnya desa tersebut memiliki masalah kekurangan air. Alhamdulilah banget sumur bornya berhasil mengeluarkan air cukup deras gitu. Semoga aja sampai kapan juga bisa digunakan dan penuh manfaat gitu. 
 
Jadi kami berangkat dari kota Yogyakarta sekitar pukul dua siang dan sampai di Gunung Kidul pada pukul empat sore. Sesampainya disana, akhirnya saya ketemu teman-teman sekelompok saya! Bahagia banget rasanya ketemu mereka lagi. Terus kami langsung ngobrol sambil antre beli es the gitu. Foto-foto sebentar lalu ngobrol-ngobrol lagi.

Nah, setelahnya sih acara resmi gitu. Kita bantu-bantu menyiapkan ini dan itu. Angkat ini dan itu. Lalu duduk manis mendengarkan acara peresmian dan syukurannya itu. Bapak yang mewakili desa setempat bilang sumur bor ini semoga menjadi amal jariyah karena selama airnya masih mengalir, berarti amalannya ya ikut mengalir. Lalu sambil menunggu acara syukuran pada malam harinya, kami semua makan nasi tumpeng yang sudah disiapkan. Saat itu gak ada piring, jadi banyak yang merobek daun pisang untuk alas makannya. Lucu.

Malamnya, kami di masjid desa setempat mendengarkan ceramah. Ceramahnya tentang meraih mimpi gitu. Gak peduli kamu dari desa, atau bapak ibumu dari desa, kamu tetap bisa meraih cita-cita kamu karena sekarang banyak fasiitas tersedia. Begitu katanya. 

Setelahnya sekitar pukul sebelas, kami menaiki bus lalu berangkat ke Pantai Kukup. Saya duduk sama Alfian, lalu di depan saya ada Anindito dan Wahyu. Di bus malam itu, semua orang tertidur. Sisa saya aja kayanya yang terjaga sambil melihat kegelapan kanan kiri. Perjalanan sebelum sampai ke Pantai Kukup itu sekitar satu setengah hingga dua jam.

Setelah perjalanan penuh kegelapan itu, akhirnya kami tiba di Pantai Kukup. Saat saya dan teman-teman dekat saya mencari-cari lokasi untuk bisa merebahkan diri, kami gak menemukan lokasi yang pas. Jadinya, kami semua keluar lapangan gitu dimana terdapat kayu yang sudah disusun untuk api unggun. Setelahnya kami menyalakan api unggun tersebut sambil duduk-duduk diatas backdrop besar yang dijadikan alas. 

Lama kelamaan setelah api unggun meredup mati. Kami semua mengobrol sambil merebahkan diri. Malam itu rasanya jadi salah satu malam paling indah buat saya. Untuk pertama kalinya, saya tidur dibawah langit penuh bintang-bintang yang terang sekali berpijaran, suatu hal yang tidak pernah bisa didapatkan di Jakarta. Sambil melihat bintang-bintang itu, kita mengobrol banyak. Mulai dari saling ledek-ledekan, berbicara tentang pengalaman dan kenangan lama, bahkan sampai bicara serius mengenai pemanasan global. Saya dan teman-teman dekat mengobrol berjam-jam sambil tetap merebahkan diri melihat bintang-bintang di langit. Sesekali kami mendengar teman-teman lain yang asik bermain kartu werewolves sambil tertawa penuh seru. Saya, Anindito, Alfian, Jeffy, Sylvia, Yunny, Ichsan, Wahyu, dan Salam, masih terus menatap bintang sambil dengan sok pandai menerka ini rasi itu dan itu rasi ini walau tidak ada satu pun dari kami yang sekolah di bidang astronomi. 

Sambil masih sibuk mengobrol, tiba-tiba Saya melihat bintang jatuh. Ini pertama kalinya bagi saya melihat bintang jatuh. Ichsan dan Wahyu juga ikut melihatnya. Begitu rupanya yang namanya bintang jatuh. Sebelumnya saya hanya menerka-nerka bentuknya dalam komik dorameon saja.

Setelah jam-jam penuh tawa itu, akhirnya satu per satu dari kami tertidur dibawah naungan langit malam penuh bintang. Dan pada masa itu, saya rasa semua hal yang ada di muka bumi ini berkonspirasi untuk membahagiakan saya.
 
Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, terima kasih…

No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...