Sebetulnya,
sama seperti setiap habis bepergian atau melakukan apapun, saya ingin buru-buru
menulis apa-apa saja yang terjadi supaya tidak ada satu momen pun yang
terlupakan. Namun, memang dasar kadang malas atau memang (sok) sibuk, jadi suka
terlambat menulisnya.
Jadi sekitar
minggu lalu, saya pergi ke Yogyakarta (lagi). Pergi ke Yogyakarta kali ini ada
dua hal sih. Yang pertama yaitu menikmati Yogyakarta lagi sama Ayah. Ayah saya
sudah lama banget mau pergi (sekaligus pulang) ke kota kelahirannya itu, tapi
baru kemarin kami sempat berduaan pergi kesana.
Kami berangkat
naik kereta Fajar Utama yang berangkat pukul tujuh pagi. Saya selalu menikmati
momen bepergian dengan Ayah saya karena ia penuh cerita! Dia bercerita dengan
gayanya yang tak berubah sejak dahulu kala. Ia bercerita dengan tenang tanpa
antusiasme berlebih, dan justru ketenangan ritmenya dalam bercerita malah
membuat kita hanyut dalam cerita tetapi sempat mencernanya seketika.
Ya gitu, di
sepanjang perjalanan kereta, Beliau bercerita mulai dari hal sekitar nama pohon
ini, persawahan, kehidupan desa, lalu hingga masalah sejarah, politik, dan
kehidupan. Sampai di Yogyakarta pun kami memutuskan naik becak. Enak banget
sih, jadi ritme selownya masih terbawa-bawa sambil masih bisa melihat-lihat
sekitar.
Selama di
Yogyakarta, kami kebanyakan jalan-jalan sambil makan. Makan ini, makan itu,
tapi sayang banget karena makanan yang Ayah idam-idamkan malah tempatnya sudah
berganti rupa. Beliau kecewa sambil bertanya-tanya tanpa jawaban kemana
pindahnya tempat makan itu.
Oh iya, terus
sudah sejak lama Ayah saya ingin potong rambut di bawah pohon beringin yang ada
di dekat alun-alun. Sejak saya telah memberitahukan bahwa kita akan pergi ke
Yogyakarta di tengah bulan, saat makan malam Ia sering mengulang-ulang betapa
inginnya Beliau potong rambut disana. Waktu kecil saya pernah tuh diajak potong
rambut di bawah pohon beringin itu. Sambil menggerutu dalam hati, saya iya-iya
saja. Ya gimana, kan rasanya malu potong rambut tapi di tepi jalan yang banyak
orang mondar-mandir. Dengan membuka baju dan menahan sedikit malu, akhirnya
saya dulu potong rambut juga disitu. Nah, lalu akhirnya pada hari kedua Ayah di
Yogyakarta, beliau sore-sore pergi naik becak kesana dan berhasil memotong
rambut disitu. Pulang-pulang, saya puji Beliau atas rambut barunya. Ya memang
bagus sih, jadinya rapi banget gitu.
Setelahnya,
saya pergi selama satu hari satu malam dan Beliau menikmati Yogyakarta itu
sendirian. Esoknya juga saya pulang duluan ke Jakarta dan Ayah masih
menghabiskan waktu selama tujuh hari penuh disana. Seperti orang Yogyakarta
kebanyakan, siang-siang Ia makan gudeg, walau pada pagi harinya ia selalu
sarapan gudangan dan lupis yang
dibalut daun pisang itu.
Nah, Ayah saya
beruntung banget karena ternyata pada hari Kamis, ada reuni teman-teman
SMA-nya. Yaudah, bagus deh. Saya akhirnya membelikan tiket pulang lebih lama
dari jadwal awal. Terus sebelum saya pulang, kami ke mall dulu untuk beli-beli
baju yang agak rapihan karena yang Ayah bawa hanya kaos untuk jalan-jalan aja.
Pas saya sudah di
Jakarta dan Ayah baru pulang dari reuninya, pukul dua dini hari Ayah sms saya
sampai saya terbangun. Ayah cerita di sms kalau Beliau nyanyi-nyanyi, cerita-cerita,
mengenang masa muda. Dini hari saya jadi bahagia dan senyum-senyum sendiri
melihat Ayah jatuh senang seperti itu.
Sekarang
rencana saya dan Ayah selanjutnya adalah pergi ke Banjarmasin. Ayah saya
menghabiskan sebagian waktu kecilnya di kota sungai itu. Terkadang, Ia meminjam
handphone saya lalu melihat-lihat tampakan
Banjarmasin googlemaps. Ah, semoga
secepatnya bisa terlaksana.
No comments:
Post a Comment