Wednesday, 27 May 2015

Yog (1)



Sebetulnya, sama seperti setiap habis bepergian atau melakukan apapun, saya ingin buru-buru menulis apa-apa saja yang terjadi supaya tidak ada satu momen pun yang terlupakan. Namun, memang dasar kadang malas atau memang (sok) sibuk, jadi suka terlambat menulisnya. 

Jadi sekitar minggu lalu, saya pergi ke Yogyakarta (lagi). Pergi ke Yogyakarta kali ini ada dua hal sih. Yang pertama yaitu menikmati Yogyakarta lagi sama Ayah. Ayah saya sudah lama banget mau pergi (sekaligus pulang) ke kota kelahirannya itu, tapi baru kemarin kami sempat berduaan pergi kesana.

Kami berangkat naik kereta Fajar Utama yang berangkat pukul tujuh pagi. Saya selalu menikmati momen bepergian dengan Ayah saya karena ia penuh cerita! Dia bercerita dengan gayanya yang tak berubah sejak dahulu kala. Ia bercerita dengan tenang tanpa antusiasme berlebih, dan justru ketenangan ritmenya dalam bercerita malah membuat kita hanyut dalam cerita tetapi sempat mencernanya seketika.

Ya gitu, di sepanjang perjalanan kereta, Beliau bercerita mulai dari hal sekitar nama pohon ini, persawahan, kehidupan desa, lalu hingga masalah sejarah, politik, dan kehidupan. Sampai di Yogyakarta pun kami memutuskan naik becak. Enak banget sih, jadi ritme selownya masih terbawa-bawa sambil masih bisa melihat-lihat sekitar.

Selama di Yogyakarta, kami kebanyakan jalan-jalan sambil makan. Makan ini, makan itu, tapi sayang banget karena makanan yang Ayah idam-idamkan malah tempatnya sudah berganti rupa. Beliau kecewa sambil bertanya-tanya tanpa jawaban kemana pindahnya tempat makan itu.

Oh iya, terus sudah sejak lama Ayah saya ingin potong rambut di bawah pohon beringin yang ada di dekat alun-alun. Sejak saya telah memberitahukan bahwa kita akan pergi ke Yogyakarta di tengah bulan, saat makan malam Ia sering mengulang-ulang betapa inginnya Beliau potong rambut disana. Waktu kecil saya pernah tuh diajak potong rambut di bawah pohon beringin itu. Sambil menggerutu dalam hati, saya iya-iya saja. Ya gimana, kan rasanya malu potong rambut tapi di tepi jalan yang banyak orang mondar-mandir. Dengan membuka baju dan menahan sedikit malu, akhirnya saya dulu potong rambut juga disitu. Nah, lalu akhirnya pada hari kedua Ayah di Yogyakarta, beliau sore-sore pergi naik becak kesana dan berhasil memotong rambut disitu. Pulang-pulang, saya puji Beliau atas rambut barunya. Ya memang bagus sih, jadinya rapi banget gitu.

Setelahnya, saya pergi selama satu hari satu malam dan Beliau menikmati Yogyakarta itu sendirian. Esoknya juga saya pulang duluan ke Jakarta dan Ayah masih menghabiskan waktu selama tujuh hari penuh disana. Seperti orang Yogyakarta kebanyakan, siang-siang Ia makan gudeg, walau pada pagi harinya ia selalu sarapan gudangan dan lupis yang dibalut daun pisang itu.

Nah, Ayah saya beruntung banget karena ternyata pada hari Kamis, ada reuni teman-teman SMA-nya. Yaudah, bagus deh. Saya akhirnya membelikan tiket pulang lebih lama dari jadwal awal. Terus sebelum saya pulang, kami ke mall dulu untuk beli-beli baju yang agak rapihan karena yang Ayah bawa hanya kaos untuk jalan-jalan aja.

Pas saya sudah di Jakarta dan Ayah baru pulang dari reuninya, pukul dua dini hari Ayah sms saya sampai saya terbangun. Ayah cerita di sms kalau Beliau nyanyi-nyanyi, cerita-cerita, mengenang masa muda. Dini hari saya jadi bahagia dan senyum-senyum sendiri melihat Ayah jatuh senang seperti itu.

Sekarang rencana saya dan Ayah selanjutnya adalah pergi ke Banjarmasin. Ayah saya menghabiskan sebagian waktu kecilnya di kota sungai itu. Terkadang, Ia meminjam handphone saya lalu melihat-lihat tampakan Banjarmasin googlemaps. Ah, semoga secepatnya bisa terlaksana.

No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...