Monday, 20 July 2015

03:00 AM

Saat ini pukul tiga dini hari. Dimensi dimana bahkan waktu pun bimbang untuk berpihak kepada siapa. Kepada beragam mimpi-mimpi tentang masa depan atau kepada jutaan memori-memori masa lalu yang kadang hadir mesra menghantui.

Ada apa dengan esok? Akankah semua-semua yang kita usahakan pada hari ini akan menjadi nyata pada esok hari? Agar pada lusa harinya kita bisa dengan tersenyum menepuk bangga pada diri sendiri. Atau justru yang kita usahakan harus berhenti karena ternyata harapan tak sesuai dengan kenyataan. Sehingga mau tak mau kita harus menerima sambil menghibur diri sendiri karena kita adalah pelipur lara utama diri kita sendiri.

Berandai-andai tentang ini dan itu hingga dingin terasa lebih menyusup dari luar sana. Sesekali dari jendela kaca di samping kanan tubuh ini, bulan tampak tertutupi oleh awan dengan dasar kanvas berupa langit tanpa bintang. Ada apa dengan masa kini? Apakah bulan telah menjadi seorang pengantuk sehingga enggan bersinar pada dini hari? Apakah bintang telah menjadi sebegitu pemalu hingga tak tampak lagi di kota ini?

Selimut boleh jadi direkatkan lebih erat ke tubuh ini. Namun, dingin yang terasa masih ada menyelimuti.  Bagaimana tentang masa lalu? Apakah dengan memikirkannya diri ini menjadi lebih hangat atau justru dingin makin menjadi?

Apa kabar kalian: orang-orang di masa laluku? Mengapa waktu membuat kita menjadi orang biasa yang penuh kebasa-basian? Mungkinkah waktu adalah seorang pembunuh? Yang perlahan-lahan, tanpa kita sadari, membunuh segala rasa dan ikatan tentang kita. Teman-teman yang saat ini hanya berbicara sebatas apa kabar dan sedang apa, untuk kemudian larut lagi dalam kesembunyian penuh canggung.

Apakah waktu yang membuat kita lupa, bahwa dahulu kala kita pernah saling menjaga. Bahwa kamu adalah saudaraku, dan aku pun saudaramu. Bahwa dulu kita pernah tertawa besar-besar bersama dan menangis diam-diam bersama. Menjalani hari-hari penuh ingin dan mimpi ditemani lelucon-lelucon internal yang tak orang lain pahami. Bahwa suatu saat kita akan terus seperti ini sambil mengejar mimpi kita masing-masing, hingga lupa bahwa suatu hari itu adalah hari ini, dan hari ini tidak seperti rencana kita dulu.

Mungkin sesungguhnya kita hanya sama-sama mengisi suatu fase hidup kita masing-masing. Seperti jejak-jejak sejarah suatu negara yang menjadikannya ada. Yang hadir bukan untuk diulang, tapi untuk sesekali ditengok kebelakang untuk memastikan bahwa memori itu masih ada disana. Karena tanpa masa lalu, tidak akan ada kita yang sekarang. Seperti sejarah pula, suatu hari aku akan mengingatmu, entah sebagai momentum pembelajaran, momentum kesenangan, atau malah momentum sedih penuh luka yang buru-buru dialihpikirkan. 

Mungkin waktu adalah benar seorang pembunuh. Pembunuh yang harus melaksanakan tugasnya agar roda kehidupan bisa terus berputar. Dari tadi dibicarakan, waktu terasa terusik. Ia hadir meninabobokan bulan dan bintang lalu pergi membangunkan surya untuk mengganti. Semburat fajar berwarna oranye sedikit-sedikit mulai memasuki jendela.

Gara-gara waktu, saat ini sudah bukan pukul tiga dini hari lagi.

No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...