Saturday 28 November 2015

Equilibirum Membaca dan Menulis

"Hati-hati bila terlalu keasyikan membaca lalu jadi tidak produktif menulis". Suatu hari pesan dari Bagas tersebut datang ke grup whatsapp kami bertiga (saya, Bumi, dan Bagas) pada pukul 02.00 WIB. Saya mengecek aplikasi world clock untuk mengetahui ternyata masih pukul enam sore di London sana. Itu kalimat dari dosennya tadi sore, katanya. 

Layaknya otak manusia yang memang berbentuk seperti sponge, benda keramat itu menyerap hal-hal (pengalaman, emosi, atau dalam kasus ini: bacaan) untuk bertahan hidup. Namun, tidak hanya itu, ia juga perlu mengeluarkan sesuatu (dalam kasus ini: tulisan) agar terciptalah kondisi ekuilibrium. 

Memang saya dan teman-teman saya tadi bukanlah penulis populer nan tersohor dengan karya-karya kualitas tinggi, walau Bagas pernah menulis untuk koran nasional. Yang saya tulis hanyalah catatan harian (yang kebanyakan untuk saya sendiri), tulisan di blog, makalah kedokteran, atau surat untuk orang lain. Namun, saya merasa dengan menulis itulah pikiran saya menjadi lebih sehat. 


Dan selain itu, kita tak akan pernah menyangka seberapa jauh tulisan kita bisa masuk ke pikiran orang lain dan mungkin mengubahnya. Jangan pernah menyepelekan kekuatan tulisan, bahkan dalam kadar tulisan yang sepintas kita rasa tidak punya arti apa-apa. Saya yang sekarang lumayan berbeda dari saya yang dulu pun ternyata berkat tulisan-tulisan orang. Tulisan-tulisan tersebut membentuk pikiran saya, lalu membentuk tindakan, dan pada akhirnya mampu mempengaruhi jalan hidup saya. 

Saya ingat betapa terkucilnya saya. Tak punya rasa percaya diri dan ketakutan setengah mati bila guru memandang diri saya. Tidak pernah terlintas untuk mencoba ini itu karena saya yakin saya tidak mampu. 

Buku pertama yang begitu signifikan mengubah saya adalah 'Being Happy' oleh Andrew Mathews. Sebuah buku self motivation penuh gambar yang mungkin picisan, tapi begitu memukau untuk saya yang baru lulus SMA itu. Melalui buku itu, pola pikir saya berubah drastis. Saya pun sedikit-sedikit keluar dari zona aman nyaman saya yang tidak membawa saya kemana-mana. 

Namun, ternyata kekuatan tulisan tidak hanya dimiliki oleh buku-buku tenar atau sastra tersohor saja. Bahkan, dari pengalaman saya, tulisan-tulisan di blog pribadi orang lain juga membentuk hidup saya. Betapa kagetnya orang tua dan teman-teman saya saay mengetahui saya mengikuti kompetisi Bujang Gadis Kampus (atau Kompetisi Mahasiswa Berprestasi Sumatera Selatan) dan menjadi Abang Jakarta Barat di kompetisi Abang None Jakarta yang disiarkan di televisi. "Kok bisa saya yang pemalu jadi pemau?", kata mereka. 

Jawaban sesungguhnya adalah karena tulisan Deasy Benita Priadi dan M Cipta Suhada. Telah lama sekali saya mengikuti kehidupan mereka dari apa yang mereka ceritakan disana. Saat mereka satu per satu menjadi bagian dari kompetisi tersebut, saya seolah diberanikan oleh tulisan mereka untuk mencobanya. 

Perihal beasiswa pun demikian. Tulisan dari Rifki Akbari-lah yang membuat saya ikut mati-matian mencoba jalan meraih beasiswa seperti dirinya. Dan, tidak hanya melulu soal pencapaian semacam itu, tulisan mengenai keseharian pun ternyata mampu membuat saya memaknai usaha untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Tulisan yang dimaksud adalah tulisan Krisnaresa Aditya yang banyak menulis hal sehari-hari dari sudut pandang berbeda yang suka membuat saya berpikir berhari-hari tentang apa yang ia kemukakan. 

Mungkin hingga saat ini, orang-orang tadi tidak mengetahui betapa tulisan mereka memperbaiki saya. Saya dan Cipta Suhada sudah ada di satu lingkup komunitas sekarang, tetapi demi menjaga timbulnya ke-awkward-an, saya sembunyikan bahwa saya telah kenal kehidupannya yang ia tulis di blognya. 

Pepatah mengatakan, harimau mati meninggalkan belang, pun gajah dengan gadingnya. Manusia mati meninggalkan tak hanya nama, tapi juga tulisan. Jane Austen seolah masih hidup karena Pride and Prejudice masih diterjemahkan ulang hingga kini. Entah sampai berapa abad lagi pula nama Pramoedya Toer masih terus dibahas karena bukunya yang dicetak ulang melulu. 

Jadi, membacalah yang banyak. 
Namun. jangan lupa untuk menulis, sesederhana apapun itu. Karena hal kecil yang kau ceritakan lewat tulisanmu bisa jadi mengubah hidup orang asing yang kebetulan membacanya. 

No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...