2014
Di tahun 2014,
saya menjalani kehidupan percintaan dengan Fiona Rahmadita, seorang perempuan
hebat tapi rendah hati yang dengan sabarnya menemani hari-hari saya. Banyak
bertengkar karena kami berpikir dalam kutub-kutub yang berbeda. Banyak
berselisih juga karena hidup dalam kebiasaan yang sebelumnya berbeda. Namun,
seperti hidup, ada kalanya kedamaian harus dicari dalam panas dan dingin,
langit dan bumi, hitam dan putih, dan konsep yin dan yang lainnya. Melewati
ujian hubungan tadi, banyak pula kebahagiaan yang telah saya dapatkan dari
dirinya. Sungguh saya sayang betul pada manusia satu itu. Pada akhirnya, ternyata kami berhasil sampai juga pada satu tahun
bersama. Lumayan.
Tahun 2014 adalah
tahun penuh kesabaran untuk saya. Ibu saya dirawat di rumah sakit selama kurang
lebih dua bulan, bahkan sempat kritis kondisinya. Di akhir tahun pun beliau
sakit lama kembali walau tak dirawat di rumah sakit. Saya dan ayah pun jadi
bergantian untuk menjaganya sepanjang waktu karena beliau membutuhkan bantuan
untuk menjalankan aktivitas dasar harian. Tahun ini, saya diajarkan untuk lebih
menghargai waktu bersama keluarga. Di tahun depan, harapan saya salah satunya
adalah menghabiskan lebih banyak lagi waktu dengan keluarga. Orang tua saya
sudah tua, usianya sudah 60 tahun lebih, karenanya saya ingin menciptakan
sebanyak mungkin waktu bersama mereka biar menjadi kenangan yang bisa saya
ungkit-ungkit lagi seumur hidup.
Tengah tahun, saya
membawa piala dan gelar juara pertama dalam kompetisi duta kesehatan antar
seluruh Puskesmas dan rumah sakit di DKI, ya, setidaknya Alhamdulilah ada yang
saya kerjakan di tahun ini.
Sedikit yang saya
kejar di tahun 2014. Ah, memang dasar pemalas. Di akhir tahun, saya mengejar
salah satu cita-cita saya, walaupun pada akhirnya ternyata hal tersebut belum
jadi rejeki saya. Sedih melihat cita-cita yang kita perjuangkan ternyata belum
di-iya-kan Tuhan. Namun, pengalaman-pengalaman gagal saya sebelum-sebelumnya
membuat saya lebih kuat. Kegagalan kali ini pun membawa saya ke suatu teori
baru yang saya beri nama 1:2.
Kehidupan sosial
saya mengecewakan. Banyak sekali persahabatan saya yang renggang tahun ini.
Padahal sebagai orang yang pemalu dan kurang pandai bergaul, seharusnya saya
menjaga ikatan-ikatan itu dengan baik. Terkadang saya jatuh ke dalam
momen-momen kesepian sendiri dan rindu akan adanya sahabat-sahabat yang dulu
sering menyapa dan tertawa besar dengan saya. Dinding ini saya buat sendiri,
tahun depan depan akan saya runtuhkan dinding ini. Semoga kehidupan sosial saya
akan membaik di tahun depan.
2014 terasa
berlangsung cepat untuk saya, mungkin karena saya tak merencakannya dengan baik
di awal tahun lalu. Saya memang perencana, sehingga tanpa rencana seringkali
saya jatuh ke dalam perjalanan tanpa arah seperti tahun ini.
Namun, setahun
penuh ini saya diberikan kehidupan. Kehidupan yang tentu saja membahagiakan
untuk saya. Tak ternilai rasanya betapa saya bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan
yang Maha Pemurah atas seluruh berkah yang diberikan kepada saya di tahun ini.
Selamat jalan
2014, terima kasih atas pelajaran-pelajaran bermakna yang diberikan. Jika saya
rangkum dalam satu kalimat, maka 2014 adalah “a year of patience and acceptance”.
Selamat datang
2015. Selamat Tahun Baru, manusia.