Tuesday, 30 December 2014

2014

2014

Di tahun 2014, saya menjalani kehidupan percintaan dengan Fiona Rahmadita, seorang perempuan hebat tapi rendah hati yang dengan sabarnya menemani hari-hari saya. Banyak bertengkar karena kami berpikir dalam kutub-kutub yang berbeda. Banyak berselisih juga karena hidup dalam kebiasaan yang sebelumnya berbeda. Namun, seperti hidup, ada kalanya kedamaian harus dicari dalam panas dan dingin, langit dan bumi, hitam dan putih, dan konsep yin dan yang lainnya. Melewati ujian hubungan tadi, banyak pula kebahagiaan yang telah saya dapatkan dari dirinya. Sungguh saya sayang betul pada manusia satu itu. Pada akhirnya, ternyata kami berhasil sampai juga pada satu tahun bersama. Lumayan. 

Tahun 2014 adalah tahun penuh kesabaran untuk saya. Ibu saya dirawat di rumah sakit selama kurang lebih dua bulan, bahkan sempat kritis kondisinya. Di akhir tahun pun beliau sakit lama kembali walau tak dirawat di rumah sakit. Saya dan ayah pun jadi bergantian untuk menjaganya sepanjang waktu karena beliau membutuhkan bantuan untuk menjalankan aktivitas dasar harian. Tahun ini, saya diajarkan untuk lebih menghargai waktu bersama keluarga. Di tahun depan, harapan saya salah satunya adalah menghabiskan lebih banyak lagi waktu dengan keluarga. Orang tua saya sudah tua, usianya sudah 60 tahun lebih, karenanya saya ingin menciptakan sebanyak mungkin waktu bersama mereka biar menjadi kenangan yang bisa saya ungkit-ungkit lagi seumur hidup.

Tengah tahun, saya membawa piala dan gelar juara pertama dalam kompetisi duta kesehatan antar seluruh Puskesmas dan rumah sakit di DKI, ya, setidaknya Alhamdulilah ada yang saya kerjakan di tahun ini.

Sedikit yang saya kejar di tahun 2014. Ah, memang dasar pemalas. Di akhir tahun, saya mengejar salah satu cita-cita saya, walaupun pada akhirnya ternyata hal tersebut belum jadi rejeki saya. Sedih melihat cita-cita yang kita perjuangkan ternyata belum di-iya-kan Tuhan. Namun, pengalaman-pengalaman gagal saya sebelum-sebelumnya membuat saya lebih kuat. Kegagalan kali ini pun membawa saya ke suatu teori baru yang saya beri nama 1:2.

Kehidupan sosial saya mengecewakan. Banyak sekali persahabatan saya yang renggang tahun ini. Padahal sebagai orang yang pemalu dan kurang pandai bergaul, seharusnya saya menjaga ikatan-ikatan itu dengan baik. Terkadang saya jatuh ke dalam momen-momen kesepian sendiri dan rindu akan adanya sahabat-sahabat yang dulu sering menyapa dan tertawa besar dengan saya. Dinding ini saya buat sendiri, tahun depan depan akan saya runtuhkan dinding ini. Semoga kehidupan sosial saya akan membaik di tahun depan.

2014 terasa berlangsung cepat untuk saya, mungkin karena saya tak merencakannya dengan baik di awal tahun lalu. Saya memang perencana, sehingga tanpa rencana seringkali saya jatuh ke dalam perjalanan tanpa arah seperti tahun ini.

Namun, setahun penuh ini saya diberikan kehidupan. Kehidupan yang tentu saja membahagiakan untuk saya. Tak ternilai rasanya betapa saya bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Pemurah atas seluruh berkah yang diberikan kepada saya di tahun ini.

Selamat jalan 2014, terima kasih atas pelajaran-pelajaran bermakna yang diberikan. Jika saya rangkum dalam satu kalimat, maka 2014 adalah “a year of patience and acceptance”.

Selamat datang 2015. Selamat Tahun Baru, manusia.

1:2


Setelah hidup membawa saya pada teori 1:10 yang saya ciptakan untuk diri saya sendiri pada tahun 2010 dan teori 1:3 pada tahun 2012 (yang kebanyakan memang berhasil), tahun 2014, pengalaman-pengalaman pahit membawa saya ke teori baru dalam hidup saya.

Teori itu bernama 1:2.
Artinya setiap ada satu kegagalan yang terjadi dalam usaha saya, saya menolak menyerah pada nasib. Saya akan bekerja dalam dua usaha lain yang akan saya perjuangkan lagi untuk meningkatkan probabilitas keberhasilan.
Akhir tahun ini, saya mengalami suatu kegagalan sehingga seminggu setelahnya, sudah saya buat dua rencana lain yang akan saya usahakan. Saya percaya bahwa berkah dan rejeki Tuhan itu adalah pasti untuk kita, tapi beberapa diantaranya tidak dengan gratis datang langsung ke kita. Beberapanya harus kita jemput terlebih dahulu. Kata sahabat saya, mungkin inilah yang namanya ujian kesungguhan.

Medical Speciality Aptitude Test

Berkali-kali nyobain Medical Speciality Aptitude Test, suatu tes yang terdiri dari 130 pertanyaan tentang kepribadian kita dan mencocokannya dengan bidang medis apa yang paling cocok untuk kita. Hampir tiap tahun selalu coba, hasilnya tiap tahun selalu sama. 

Ini kalau mau ada yang coba-coba juga. Klik

1 dermatology 41
2 allergy & immunology 40
3 radiology 40
4 rheumatology 39
5 gastroenterology 39
6 pediatrics 38
7 pathology 38
8 physical med & rehabilitation 37
9 colon & rectal surgery 37
10 hematology 37
11 endocrinology 36
12 ophthalmology 36
13 nuclear med 36
14 neurology 36
15 psychiatry 36
16 urology 35
17 occupational med 35
18 med oncology 35
19 anesthesiology 35
20 radiation oncology 34
21 plastic surgery 34
22 general internal med 33
23 emergency med 32
24 infectious disease 32
25 nephrology 32
26 neurosurgery 32
27 obstetrics/gynecology 30
28 general surgery 30
29 otolaryngology 29
30 family practice 29
31 pulmonology 28
32 aerospace med 28
33 preventive med 28
34 thoracic surgery 27
35 orthopaedic surgery 27
36 cardiology 26

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...