Monday 15 December 2014

Gelisah

Begitulah ternyata rasa-rasanya dikejar oleh perasaan sendiri. Sungguh, saya merasa dikejar-kejar oleh satu harimau besar yang tak henti-hentinya memburu. Memanglah kemalangan benar bagi saya yang satu hari itu melewatkan waktu-waktu sholat. Subuh tidak. Dzuhur tidak. Ashar tidak. Maghrib tidak. Isya pun tidak. Malang benar saya sebagai manusia. 

Pada saat perjalanan balik ke Jakarta dari kota lain itulah, saya mencoba tidur sambil sedikit-sedikit hati bertanya pada diri sendiri: “mengapa kamu tidak sholat, Damar?”

Pertanyaan yang ternyata tetap menghantui selama jam-jam perjalanan itu. Entah mimpi atau khayalan yang begitu nyata, dibalik mata saya yang tertutup penutup mata untuk tidur, saya melihat lampu-lampu di gerbong kereta itu berkelap-kelip terus menerus, seolah-olah rusak dan ingin meledak. 

Tak hanya itu, yang paling menganggu adalah suara kereta itu. Suara kereta yang tiba-tiba di kedua telinga saya begitu memekakkan seperti orang yang berteriak-teriak bertanya-tanya penuh gemuruh pada saya. Saya bertanya pada teman seperjalanan sebelah saya, apakah kereta ini bersuara terlampau keras? Namun, ia menjawab tidak, suaranya sama seperti saat kamu kemarin bisa tidur saat di kereta.

Goncangan yang saya rasakan juga terasa begitu keras untuk saya. Menyisakan saya yang merasa sedikit-sedikit digoncangkan dan dibangunkan. Untuk pertama kali dalam hidup saya, saya takut naik moda transportasi kesukaan saya. Merasa bahwa kereta ini seperti makhluk hidup yang mengadili saya mengenai kemalangan saya yang tidak sholat.

Akhirnya saya menegakkan sandaran kursi saya sambil terengah-engah bernapas dengan dada yang naik turun. Kemudian saya berjalan menyusuri lorong untuk pergi ke kamar mandi kereta dan mengambil air wudhu. Kemudian saya sholat. Satu sholat isya dan satu sholat hajat untuk meminta maaf

Setelahnya, memang perlahan-lahan harimau itu tak terasa lagi memburu saya berlari-lari. Namun, ia masih membuat saya terjaga tak bisa tidur. Ia belum pergi, masih memata-matai kalau saya alpa lagi. Tak apalah, ya Tuhan, saya rela dikejar-kejar rasa bersalah bila tidak melakukan sholat. Silahkan taruh harimau itu di beberapa langkah di belakang saya. Untuk siap memburu lagi kalau-kalau saya alpa lagi.

No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...