Kopi.Teh.Susu
Di kafe yang berarti kulit dalam bahasa prancis itu, yang dimiliki spesialis kulit ternama di selatan Jakarta, kami bertiga berkumpul seperti hari-hari yang sama setiap bulannya. La Peau, nama kafenya, yang lebih sering kami sebut "Lapak" karena tidak ada satu pun dari kami yang bisa berbahasa Prancis. Aku belajar bahasa Jerman saat SMA dulu, temanku satu lagi pernah pertukaran pemuda ke Belanda, dan yang satu lagi sedang les bahasa Rusia, walau baru tau cara membaca huruf-hurufnya. Tidak ada yang tau tentang bahasa Prancis, yang akhirnya membuat kami gemas bertanya-tanya, "itu gimana sih cara bacanya?", yang kami diskusikan sendiri jawabannya antara La-pe, La-pu, La-pa, La-peyauw, La-poh, dan lain-lain, tanpa niat bertanya kepada pelayan kafe. Seorang anak kecil berlarian dan mengeja nama kafe itu sampai kepalanya miring 90 derajat lalu berteriak "L-la-pak!", sambil berlarian lagi. Dan debat kusir kami bertiga selesai, kami lebih percaya pada anak kecil itu.
Setiap malam Sabtu, kami bertiga bertemu di kafe itu. Kami selalu memesan jumlah dan jenis minuman yang sama, hanya dengan menu yang berbeda-beda. Di meja depan sofa warna biru tua dibawah lampu yang temaram itu, selalu ada tiga jenis minuman: teh, kopi, dan susu. Entah itu green tea, thai tea, teh tarik, atau hanya es teh manis, Brema akan selalu memesan itu. Aku selalu dengan susu, kadang milkshake, ice milk, ice chocolate, atau es susu biasa. Lain lagi Radit, yang setia dengan kopi, kadang black espresso, cappuccino, latte, atau ice coffee biasa.
***
Baru menyeruput green tea-nya sekali, Brema langsung bercerita sambil menaikkan kedua alisnya. Dia memang punya energi yang selalu lebih diantara kami, berapapun letihnya dia.
"Eh, tau nggak? Gue si-al bang-nget hari ini..."
No comments:
Post a Comment