Wednesday, 29 April 2015

Semoga


Beberapa malam lalu, tiba-tiba teman baik saya, Bumi, menjemput dengan motor besarnya. Padahal pada pukul sebelas itu saya sudah tidur tanpa ingat disertai mimpi atau tidak. Ia mengajak saya untuk bercerita. Akhirnya dengan asal mengambil jaket yang mana saja untuk melindungi dingin, kami pergi ke suatu kedai kopi di daerah Cikini, Jakarta Pusat. 

"Gue sedih banget nih, Dam", lalu akhirnya ia bercerita panjang lebar mengenai ini dan itu. Malam itu, ia bercerita tentang kehilangan. Kehilangan sesuatu yang telah ia usahakan dari dulu-dulu. Kehilangan sesuatu yang ia pertahankan dengan hati-hati dan diidamkan akan terus ada sampai kapanpun. Sesuatu itu sebenarnya hanyalah suatu properti keluarga. Mungkin orang lain akan menilainya sepele, tapi sungguh saya paham akan teman saya satu itu. Suatu hal yang dinilai orang lain biasa, bisa saja bernilai luar biasa untuk orang yang lain, vice versa

Satu jam setelah bercerita panjang, Bagaskara datang. "Gas, gue capek banget harus ngulang. Nanti biar Damar aja yang cerita, ya". Bagas pun mengiyakan sambil langsung mendengarkan. Setelah habis bercerita, tentu Bumi tidak menanti suatu nasihat akan perkara yang sudah menjadi bubur ini. Mungkin orang-orang akan hanya berkata "sabar, ya" dan sejenisnya, tetapi seperti biasa, kata-kata itu sudah seperti formalitas, bisa-bisa Bumi malah muak mendengar keklisean itu.

Sesungguhnya yang dibutuhkan orang yang sedang resah seperti itu ya hanyalah semacam teman seperti ini saja. Mengetahui bahwa dirinya tidak harus menghadapi semua masalah sendirian mungkin sudah cukup menenangkan. Bumi sungguh memiliki seorang kekasih yang baik, namun tidak semua masalah tentu dibagi ke orang yang sama. Ada masalah yang ia bagikan ke pacarnya tapi tidak ke sahabatnya, dan sekali lagi vice versa

Terkadang itulah gunanya memiliki banyak kehidupan. Ada kehidupan percintaan, kehidupan pertemanan, kehidupan pekerjaan, kehidupan hobi, dan lain-lain. Jangan menggantungkan seluruh hidupmu hanya pada satu kehidupan, apalagi satu orang. Supaya kalau-kalau ada satu kehidupan yang sedang bermasalah, kita masih memiliki kehidupan lainnya untuk disinggahi sambil menyelesaikan masalah yang ada. 

Setelah bercerita sampai kedai hampir tutup, kami bertiga pulang ke rumah masing-masing. Setelah sampai di rumah, Bagaskara (yang biasanya jauh sekali dari kata-kata puitis) mengirimkan gambar berisi teks diatas ke dalam grup social messenger berisi kita bertiga. Sebuah quote dari Jalaludin Rumi.

DO NOT GRIEVE. ANYTHING YOU LOSE COMES ROUND IN ANOTHER FORM.
Entah kenapa, tulisan yang dibagi Bagas di dini hari itu ada benarnya. Disaat semua hal yang kita lakukan untuk menjaga tetap berujung pada kehilangan. Siapalah kita selain manusia yang pada akhirnya hanya bisa menerima. Dan seperti kata Rumi, apa yang hilang dari kita, diganti dengan suatu hal dalam bentuk yang lain. Dan mungkin, hal yang baru itu lebih baik. Mungkin. Semoga. 

Tiga hari setelah malam itu, Bumi sudah baikan. Mungkin waktu membuatnya berdamai. Adanya kami mungkin mempercepat proses penerimaan keadaan itu. Tiga hari setelah malam itu, kami sudah sibuk memilih lagu-lagu untuk berkaraoke dengan suara sumbang masing-masing.

Tuesday, 28 April 2015

Nasihat Jumat

Jadi, salah satu hal yang patut saya contoh dari Ayah saya adalah beliau selalu mendengarkan orang, yang sedang berbicara, dengan seksama. Hal itu terutama berlaku saat ia sedang mendengarkan ceramah salat Jumat. Entah bagaimana caranya, diantara kami-kami yang justru lebih muda, ia malah duduk diam tenang dan mendengarkan isi ceramah yang sedang dibicarakan. 

Sungguh saya ingin mencontoh kebaikan yang dilakukan oleh Ayah saya itu. Nah, beberapa kali, biar tidak lupa, saya mencatat di telepon genggam apa yang sedang dibicarakan saat salat Jumat. Petikan ini merupakan salah satu rangkuman salat Jumat yang saya hadiri beberapa waktu lalu di Gandaria City. Judulnya adalah nasihat untuk hidup berbahagia.

Nasihat Pertama

Selalu bertaqwa. Taqwa yang dimaksud adalah menghindari hal-hal yang dapat mendatangkan sanksi Allah SWT dan mematuhi perintahnya. Taqwa adalah kunci utama untuk mendapatkan kemuliaan dunia dan akhirat. Kita juga harus bertaqwa baik saat tersembunyi maupun terang-terangan.

Di dalam surat An-Nisa dianjurkan untuk bertaqwa supaya manusia mendapatkan kebaikan, keselamatan, dan kebahagiaan. Taqwa juga merupakan dasar dari diterimanya amal oleh Allah SWT.

Nasihat Kedua

Setiap pekerjaan kita pasti memiliki rinciannya masing-masing. Kerjakanlah apa yang menjadi tugas atau peranmu.Terdapat pula empat hal yang bisa membuat kita bahagia tanpa perlu harta berlimpah, yakni menjaga amanah dalam pekerjaan, jujur dalam bicara, berakhlak mulia, dan membebaskan diri dari keserakahan.
 
Nasihat Ketiga

Seringkali kita begitu malasnya sehingga banyak meminta bantuan pada bawahan, orang tua, dan lain-lain. Nasihat ketiga ini adalah jika kamu mampu, maka janganlah kamu meminta bantuan pada orang lain, walau hanya sekedar mengambilkan tongkat. 

Hal ini dilakukan dalam rangka mensyukuri kesehatan dan kesempurnaan fisik sebagai rahmat Allah SWT. Sehari-hari, kita juga telah memakan beragam makanan untuk mendapatkan energi, nah, manfaatkanlah energi itu untuk bekerja. 

Nasihat Keempat

Apabila kalian melakukan kesalahan, segeralah ikuti dengan perbuatan baik. Jangan sampai kesalahan yang dilakukan terus menerus pada akhirnya akan menjadi karakter pribadi. 
Hanyutkanlah kesalahan dengan perbuatan baik, sehingga keburukan akan hanyut dalam kebaikan yang berlimpah. 
Umur kita juga tidak akan cukup untuk melakukan semua jenis kebaikan. Oleh karenanya, lakukanlah kebaikan setiap saat ada kesempatan.

Sekian!

"So it was such a good day. Couple years ago, I somehow realized that I should have collected more moments instead of things, and that human is the best investment in life. I remember a conversation I had with a high achiever friend, we were somewhere outside our country at that moment. We agreed that 'being happy' is also an achievement; achievements are not only in the form of certificate, winning some competitions and stuff similar like that. It is as simple as making yourself happy [or happier]"

 Words by @faelasyifa, 
an awardee of LPDP to Japan
 ,

Friday, 17 April 2015

Sumpah

Jadi beberapa waktu lalu, pacar saya, Fiona, merayakan hari yang membahagiakan. Pada hari itu, ia menjalani acara angkat sumpah dokter gigi. Dulu kalau saat saya selesai sekolah, sumpah dokter acaranya penting sih, tapi ya diselenggarakan biasa saja. Berbeda sekali dengan acara sumpah dokter giginya Fiona yang ternyata jauh lebih mewah. Acaranya diselenggarakan di Bidakara, dengan makanan kelas satu, dekorasi meriah penuh foto para dokter gigi baru di penjuru ruangan, dan paduan suara yang lagunya gaul-gaul.




Di akhir acara, ada persembahan video untuk orang tua. Bagus banget sih, kayanya tidak ada orang tua maupun dokter gigi yang tidak menangis waktu itu. Ngaku kok, saya juga agak menggenang sih melihatnya. Ya, gimana, paham banget bahwa pendidikan dokter gigi itu lama dan melelahkan. Kalau kami, dokter umum saat koas, melelahkannya adalah dalam segi fisik, mungkin mereka melelahkan dalam segi mengejar-ngejar pasien dan jatuh stress saat kuota pasiennya belum terpenuhi. Hampir semua teman dokter gigi yang saya kenal cerita demikian, makanya ya saya paham kalau mereka lega bahwa sudah resmi jadi dokter gigi.



Oh ya, Pacar saya kembali meraih predikat cumlaude. Rasanya ikut bangga sih. Malamnya juga, dia langsung ada pertemuan untuk memulai beasiswa studi S2-nya di bidang manajemen. Ya, pokoknya, selamat ya pacar saya, semoga karier kedokteran giginya penuh berkah dan kuliah magisternya penuh manfaat.

Monday, 6 April 2015

Seni Menerima

Sahabat saya, Ganesha Bumi, adalah seseorang yang teramat diplomatis. Menurut kami, kediplomatisannya itu adalah karakter paling menguntungkan yang ia miliki. Ibunya berkata bahwa Bumi adalah kombinasi pertengahan antara saya (yang lebih pasif) dan Bagaskara (yang kerasnya bukan main). Si Bumi ini bisa begitu keras memegang teguh prinsipnya sambil tetap menjaga-jaga perangai dan kondisi agar tetap kondusif berjalan. 

Beberapa malam lalu, kami bertiga berkumpul setelah melakukan sedikit olahraga sore di Senayan. Sedikit hal yang saya ingat dari percakapan malam itu adalah:

"Semua manusia itu berbeda-beda. Kita mungkin saja pandai dalam sesuatu, tetapi bodoh (atau belum pandai) dalam suatu hal lainnya. Kita juga mungkin baik akan sesuatu, namun buruk pula dalam sesuatu. Ada kalanya juga kita terkadang menjaga teguh suatu aturan, tetapi melanggar penuh alasan dalam peraturan lainnya. Sebelum memberi label pada orang lain, ada baiknya kita melihat diri kita terlebih dahulu. Bukan untuk memberi standar siapa yang lebih baik, tetapi untuk memahami kembali bahwa sesungguhnya kita semua ini berbeda dalam kebaikan dan keburukan masing-masing"

Ia lebih menyadari hal itu saat menempuh pendidikan magisternya di Britania sana. Disana, ia menyadari bahwa ia lebih pandai dalam analisis material bangunan daripada teman-temannya, tapi ia lebih bodoh dalam hal aljabar. Dalam segi perbuatan, ia lebih rapi dalam menata barang-barangnya tapi ia lebih tidak tepat waktu dibandingkan teman sekelompoknya. 

Bumi bilang, bahwa di dunia seperti ini, yang dibutuhkan bukanlah memberi label, tapi nasihat yang baik untuk orang lain. Butuh waktu untuk seseorang agar bisa berubah menjadi lebih baik, termasuk diri kita sendiri. Dan bila pada akhirnya mereka tidak berubah, kita tidak bisa memaksakan sesuatu kepada orang lain, bukan? Pada akhirnya, yang bisa kita lakukan hanyalah menerima orang lain. Baik kebaikan ataupun kekurangannya. 

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...