Beberapa malam lalu, tiba-tiba teman baik saya, Bumi, menjemput dengan motor besarnya. Padahal pada pukul sebelas itu saya sudah tidur tanpa ingat disertai mimpi atau tidak. Ia mengajak saya untuk bercerita. Akhirnya dengan asal mengambil jaket yang mana saja untuk melindungi dingin, kami pergi ke suatu kedai kopi di daerah Cikini, Jakarta Pusat.
"Gue sedih banget nih, Dam", lalu akhirnya ia bercerita panjang lebar mengenai ini dan itu. Malam itu, ia bercerita tentang kehilangan. Kehilangan sesuatu yang telah ia usahakan dari dulu-dulu. Kehilangan sesuatu yang ia pertahankan dengan hati-hati dan diidamkan akan terus ada sampai kapanpun. Sesuatu itu sebenarnya hanyalah suatu properti keluarga. Mungkin orang lain akan menilainya sepele, tapi sungguh saya paham akan teman saya satu itu. Suatu hal yang dinilai orang lain biasa, bisa saja bernilai luar biasa untuk orang yang lain, vice versa.
Satu jam setelah bercerita panjang, Bagaskara datang. "Gas, gue capek banget harus ngulang. Nanti biar Damar aja yang cerita, ya". Bagas pun mengiyakan sambil langsung mendengarkan. Setelah habis bercerita, tentu Bumi tidak menanti suatu nasihat akan perkara yang sudah menjadi bubur ini. Mungkin orang-orang akan hanya berkata "sabar, ya" dan sejenisnya, tetapi seperti biasa, kata-kata itu sudah seperti formalitas, bisa-bisa Bumi malah muak mendengar keklisean itu.
Sesungguhnya yang dibutuhkan orang yang sedang resah seperti itu ya hanyalah semacam teman seperti ini saja. Mengetahui bahwa dirinya tidak harus menghadapi semua masalah sendirian mungkin sudah cukup menenangkan. Bumi sungguh memiliki seorang kekasih yang baik, namun tidak semua masalah tentu dibagi ke orang yang sama. Ada masalah yang ia bagikan ke pacarnya tapi tidak ke sahabatnya, dan sekali lagi vice versa.
Terkadang itulah gunanya memiliki banyak kehidupan. Ada kehidupan percintaan, kehidupan pertemanan, kehidupan pekerjaan, kehidupan hobi, dan lain-lain. Jangan menggantungkan seluruh hidupmu hanya pada satu kehidupan, apalagi satu orang. Supaya kalau-kalau ada satu kehidupan yang sedang bermasalah, kita masih memiliki kehidupan lainnya untuk disinggahi sambil menyelesaikan masalah yang ada.
Setelah bercerita sampai kedai hampir tutup, kami bertiga pulang ke rumah masing-masing. Setelah sampai di rumah, Bagaskara (yang biasanya jauh sekali dari kata-kata puitis) mengirimkan gambar berisi teks diatas ke dalam grup social messenger berisi kita bertiga. Sebuah quote dari Jalaludin Rumi.
DO NOT GRIEVE. ANYTHING YOU LOSE COMES ROUND IN ANOTHER FORM.
Entah kenapa, tulisan yang dibagi Bagas di dini hari itu ada benarnya. Disaat semua hal yang kita lakukan untuk menjaga tetap berujung pada kehilangan. Siapalah kita selain manusia yang pada akhirnya hanya bisa menerima. Dan seperti kata Rumi, apa yang hilang dari kita, diganti dengan suatu hal dalam bentuk yang lain. Dan mungkin, hal yang baru itu lebih baik. Mungkin. Semoga.
Tiga hari setelah malam itu, Bumi sudah baikan. Mungkin waktu membuatnya berdamai. Adanya kami mungkin mempercepat proses penerimaan keadaan itu. Tiga hari setelah malam itu, kami sudah sibuk memilih lagu-lagu untuk berkaraoke dengan suara sumbang masing-masing.
No comments:
Post a Comment