Tuesday, 27 September 2011

Present



When I was reading at the library, a friend of mine asked me:
NN: "Hei, Dam! So you're graduated yesterday, right? Then, what present will you ask from your parents?"
DP: "Hmm..I don't think it's me who should get a present, I guess we are the one who supposed to give them present because they afford us to get education at this level"
NN: "Hmm..I guess you're saying the right thing"
DP: "I-y-aa-h"

In my opinion, it's really not a suitable statement when you finished your school, graduated from university, or got a title, then we ask our parents for such a present of what we have accomplished. They afford our school, they pray, they use their money so we could have a good education, and also they sacrifice. So, it's not right if we ourselves that ask them again about present after all they've did.

Just imagine this situation: you helped someone to have a good career. In the end, what is the right thing? After he/she succeed, is it (a) you who supposed to give him/her present or (b) he/she who give you and thanking you? I know I'm taking this too serious, but come on, I'm just taking us into the right thinking thing.

Some of my friends get latest gadget for their graduation, some got vacation. A friend of mine even get her eurotrip from her parents. A hundred percent I'm not envy of them because of my thinking which I already told you before. 

Finishing school/university is our responsibility as a good child to our parents. It would made them proud, but bigger than that, all this education things is a responsibility that we did for the sake of ourselves. And, guys, we should thank our parents for that, we are the one who should give them present after all they gave to us.

So, Ayah dan Bunda, I'm thanking you for all of your sacrifices.
And I'm gonna give you guys a present when time is perfect.
Love you :)

EAT PRAY LOVE


Hai, I just watched Eat Pray Love, a movie which became popular in our country due to existence of Bali in the movie. This is too late maybe you guys are already watched the movie but overall I just would like to say that the movie was very good indeed. 



Eat Pray Love taught me many lessons about life. Just like Elizabeth Gilbert, we, ordinary human sometimes experience several times when we feel so depressed and empty. Well, I guess I never been on that empty phase which turn me so bad, I just experienced some boredom on my life.

Human being is vulnerable of that emptiness, because we are a living thing with emotion. And sometimes emotion taking control of ourselves. Some people have the money, the religion, having a family, making child, run a good business, have a good position and career, and other that happiness thing, but somehow there is a  cavity.

Many people don’t know what is the thing that should be fill in that poor cavity.
And this is what Elizabeth Gilbert searching for a year.



 She went to several countries to find out the key of happiness that has been lost from her.
First of all, she went to Italy to taste some world's best cuisine, to gain happiness by eating. Then she went to India to pray, to search the power of God that lead her to peace and calmness. Finally, she arrived at Bali, to learn about life and love.

Above all, I really think this movie was a great movie. It gives me something to think about, something to concern, something that became my reason of happiness. I really believe that you guys should watch this movie, because it teach you about life, many great lessons that you could extract.

EAT PRAY LOVE.
Is the other words of being happy :)

pictures taken from here



Friday, 16 September 2011

Curhat 03.00 Pagi


Hey, ini pukul 3.00 Pagi, 17 September 2011. dan gue masih terjaga bersama beberapa teman nokturnal lainnya via blackberry ini. Beberapa hal berputar-putar di pikiran gue deh. Hmm tulisan ini hanya prolog aja sih, nanti memoar lengkapnya akan gue tulis setelah resmi selesai :)

Postingan ini curhat banget. Gue lagi pengen nulis aja hehehehe

Gue sedang melakukan hitung mundur. Hitung mundur mengenai pendidikan profesi dokter gue atau dokter muda/koas/apapun-itu-lah-namanya, yang sisa 7 hari lagi. Tujuh hari dari total 1,5 tahun koas. Atau 7 per 45 hari. Kalau diibaratkan menunggu download, progressnya 99,9%.

Tiba-tiba gue melihat ke belakang, ke jejak-jejak langkah yang udah gue lewatin. Yeah, lo boleh bilang hal ini sepele dan gue terlalu membesarkannya. Tapi kalau sekolahlo menyediakan pelajaran kesabaran, jaga malam, pelajaran berbesar hati, pelajaran membagi waktu, dan melihat banyak kematian di depanlo, lo pasti juga akan merasakan hal yang sama seperti gue. Ini beneran 1,5 tahun yang banyak mengubah hidup gue, dan gue, sama seperti koas-koas lainnya mendapatkan hal yang tidak semua orang bisa dapatkan.

Kalau gue melihat lebih ke belakang lagi, ke jejak-jejak langkah yang gue lewatin lebih jauh lagi, gue makin berpikir dalam. Ya Tuhan, Allah SWT, ternyata udah lima tahun gue ada di Palembang ini. Meninggalkan rumah gue disana, meninggalkan ayah, bunda, keluarga, dan teman-teman gue disana. Hahaha, keluarga gue engga pernah terpikir gue akan kuliah seperti ini karena gue engga pernah menyatakan ini sebelumnya kepada mereka, hanya Ayah dan Bunda aja yang tau.

Gue bukan datang dari keluarga yang berlimpah harta, tapi Alhamdullilah banget, keluarga berkecukupan kok, malah tetap lebih. Gue inget deh hahaha saat semester awal kuliah, uang masuk gue 20 juta. Yeah, walau lebih murah dibandingkan fk lain yang harganya lebih besar dari itu bahkan di fk swasta sampai ratusan, tapi 20 juta itu tetap angka yang besar untuk gue dan keluarga.  Akhirnya, Ayah dan Bunda menabung ditambah meminjam uang dari keluarga lain untuk menutupi sementara uang itu, Alhamdulilah, Ayah dan Bunda sekarang sudah melunasi uang itu walau dengan mencicilnya. Makasih banget deh gue untuk Om dan Tante gue satu itu.

Yah, intinya gitu deh, kuliah itu capek, menjengkelkan, dan kadang ngeselin banget orang-orangnya. Tapi kalau inget perjuangan dan doa Ayah dan Bunda serta keluarga lainnya, itu capek ilang deh hehe. Gue bersyukur banget bisa kuliah, bersyukuuur banget. Sori banget, gue seringkali memandang sebelah mata anak orang kaya yang engga mau kuliah, ih, itu bodoh banget deh.

Udah 1,5 tahun gue engga pulang ke Jakarta. Selama koas ini, dimana libur hanya ada 2 minggu, itu juga gue ga pulang karena sayang ongkos, gue pengeeenn banget pulang. Udah 1,5 tahun engga liat kamar gue, ngerasain tidur disana, ngerasain makanan disana yang ga pedes-pedes seperti disini, ketemu temen-temen gue, nemenin Bunda kesana-kemari, dengerin drama-drama Bunda, jalan sama Anggi dan Hendy yaitu dua sepupu terdekat gue, nemenin eyang gue yang buta :(, dan makan malam di meja makan sama Ayah.

Tuhan, Allah SWT, terima kasih atas semuanya, maafin aku yaa aku kadang suka males ibadahnya, tapi aku selalu bersyukur karena Allah SWT selalu baik. Tuhan, Allah SWT, Yang Maha Pengasih, aku berdoa supaya saat yudisium, semua nilaiku lulus. Aamin..

:)

Monday, 5 September 2011

Stop Cryin' Your Heart Out

Hai, selamat pagi. Gue ngga tau sebenernya mau nulis apa, tapi ini bangun lumayan pagi jadi pengen nulis aja sebelum berangkat kuliah. So, this gonna be random, very random.

Kemaren rotasi koas gue udah masuk ke stase baru, stase Ilmu Kedokteran Keluarga. Dan, ini adalah (insya Allah), stase terakhir gue sebagai koas. Iya, dalam 3 minggu kedepan ini, perjalanan koas gue selama 1,5 tahun akan selesai (semoga ngga ada yang ngulang yaa Tuhan).

Semakin inget kalau stase ini adalah stase terakhir, perasaan jadi simpang siur, kebanyakan hati gue diisi perasaan lega sih, bagaikan ada beban berat di punggung yang akhirnya bisa dilempar dengan sukacita. Tapi ada juga kok mellownya, kalo inget temen-temen disini.

Di Palembang ini, gue agak susah mendapatkan teman dekat, entah karena guenya yang kurang bisa supel, gue yang kadang ansos, atau mereka yang berpikir gue somekind of alien that lives his own world hehe. Ya, jadi gitu, gue kenal banyak orang, tapi teman yang deket itu ga begitu banyak, dan gue bersyukur akan hal itu.

Ohya, gue beberapa kali mengalami masa dimana gue kehilangan teman bukan karena kesalahan gue sendiri (percayalah), yang membuat gue harus menjauhi teman-teman gue, yang ujungnya membuat gue kehilangan mereka. God, masa-masa itu salah satu masa terberat dalam hidup gue di Palembang ini.

Setiap kehilangan teman atau harus meninggalkan teman, gue ngerasa seperti ada bagian dari zona aman gue yang terganggu yang membuat keseharian gue pincang, dan harus beradaptasi lama untuk bisa kembali berjalan.

Beberapa bulan setelah kehilangan itu, gue udah bisa berjalan lagi, tapi kalau ngeliat foto mereka lagi bareng, di hati gue terbersit "Damn, i should have been there in this picture", tapi gue menerima itu sebagai bagian hidup gue kok. There's a reason and time for everything.

Ya, ujungnya gue kalau cerita lebih sering ke sahabat-sahabat gue di Jakarta via sms, bbm, chat, ataupun telepon. Ya, gimana ya, gue anak tunggal, yang dari kecil lebih sering sendiri, gue ngga sering menghabiskan waktu dengan sepupu gue sehingga teman-teman baiklah yang gue anggap seperti saudara gue.

Hmm...berbicara tentang kehilangan tadi, di titik-titik rendah dalam hidup gue tadi, beberapa hal berubah dalam diri gue yang mungkin membuat gue jadi sedikit berubah dari diri gue yang dulu. Gue jadi lebih sering ansos, sering diem, bahkan kadang kemampuan mengobrol gue berkurang hehe.

Tapi, gue yakin gue ngga pernah sendiri kok, karena ada Tuhan. Ohya, gue pernah baca tulisan bagus deh. Jadi, kenapa ada orang yang pergi dari hidup kita? Itu karena Tuhan melakukan semacam rolling, dimana jika ada orang yang pergi, maka akan ada orang lain yang datang dan mengisi hidup kita lagi. Terus, pernah kok saat orang pergi tapi ngga ada orang lain yang datang? Itu berarti, Tuhan hanya lagi ingin lebih dekat dan intim sama kita, hanya berdua.

Ya, gue yakin deh, Tuhan punya alasan untuk semua hal. Saat gue kehilangan satu, Tuhan menggantinya dengan sepuluh. Ada satu film judulnya The Butterfly Effect, filmnya bagus deh, bercerita bahwa hidup yang sekarang kita jalani ini adalah yang terbaik untuk kita, ngga peduli bertapa pernah salahnya keputusan yang kita ambil. Di film itu, dia bisa kembali dan merubah hal yang ingin dia ubah, but change one thing, change everything.

Film itu punya soundtrack yang menjadi salah satu lagu kesukaan gue sepanjang masa haha, lagunya Stop Cryin' Your Heart Out oleh Oasis. Lagunya mengajarkan tentang ketegaran dalam menghadapi kesedihan dan kehilangan. Hmm, iya, ini lagu yang bagus untuk mengobati kehilangan. Ini reff-nya:

'Cause all of the stars
that faded away
Just try not to worry
You'll see them someday
Take what you need
and be on your way
and stop cryin' your heart out

Ya, intinya gue menerima orang-orang yang pergi dari hidup gue dan orang-orang yang datang setelahnya, lalu gue bersyukur atas orang-orang yang selalu ada dalam hidup gue. Yah, untuk teman-teman baik gue di Palembang, terima kasih ya atas kebaikan selama ini, maaf kalau gue ada salah sama kalian. Untuk teman-teman baik gue di Jakarta, I'll see you soon.

*hehehe sorry ya gue agak sedikit curhat di postingan kali ini. Gue lagi pengen nulis dan cerita aja, because i speak louder by text.

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...