Saturday, 19 November 2011

Dari Beranda Lantai Dua Rumahku



Dulu, aku seringkali bertanya-tanya curiga saat sedang sendirian menyepi diatas beranda lantai dua rumahku, sambil menyeruput teh manis dan memandangi bintang-bintang yang tinggal sedikit terlihat di Jakarta. Aku bertanya-tanya tentang persekongkolanmu dengan angin.


2010
Kalau anak taman kanak-kanak menyanyikan pelangi sebagai ciptaan Tuhan yang indah, maka untukku, kamu juga salah satu ciptaan Tuhan yang Indah. Wajahmu yang teduh tapi angkuh, pipimu yang kenyal bagai marshmallow, bibirmu yang tipis, tubuh, dan kulit sawo matangmu. Pokoknya semuanya.

Ah, demi apa, mataku menyukaimu dari atas ke bawah. Namun, ada sesuatu yang lebih dari rambutmu. Hmm…rambutmu yang hitam nan terurai yang….arrghhh pokoknya terlalu indah kalau hanya diceritakan. Rambutmu itu sesuatu yang harus dilihat langsung, baru bisa tau rasa kalau itu benar-benar indah.

Cantik, biar ku ceritakan beberapa rahasia. Dulu saat aku menjalani hari-hari pertama di kantor, rambutmu sering menganggu konsentrasiku. Setiap kamu lewat didepanku, aku langsung menopangkan tangan kananku di atas dagu, sambil kepalaku mengikuti arah jalanmu, menikmati rambut dan wajah angkuhmu itu.

Tapi yang membuatnya bernilai 100 adalah angin yang turut membelai rambutmu, membuat rambutmu bermain-main dibuatnya. Kalau sudah seperti itu, aku terjatuh sepanjang hari dalam rekaman visual tentangmu. Malamnya aku bertanya-tanya, apakah kamu bersekongkol dengan angin untuk membuatku terkesan.

Pernah juga saat kita berjalan bersisian, sekali lagi mataku terpana kepadamu. Melihat wajah angkuhmu, dan sekali lagi: rambutmu itu. Lagi-lagi, angin tiba-tiba datang dan menelusuri rambutmu itu. Menciptakan tarian-tarian kecil di helai rambutmu. Kamu hanya tetap memandang lurus kedepan sambil membenarkan rambutmu itu. Meninggalkan aku yang tersandung jatuh karena mataku lebih memilih melihatmu daripada melihat langkahku. Malamnya, aku bertanya-tanya lagi tentang persekongkolanmu dengan angin.


2011
Tahun telah berlalu. Malam ini, aku kembali tersandar duduk di beranda lantai dua rumahku. Masih bertanya-tanya tentang pertanyaan yang sama. Masih mencoba mengingat rekaman-rekaman saat angin menerpa rambutmu. 

Tapi tidak sendiri, ada kamu disini. Malam ini aku bertekad menemukan jawaban pertanyaanku itu setelah dua tahun kamu membiarkanku bertanya-tanya. Sambil membelai rambutmu yang bersandar di dadaku, akhirnya aku bertanya mengapa setiap kali kamu lewat didepanku, angin selalu membuatmu lebih indah, menjadikan adeganmu menjadi slow motion, dan meninggalkanku terpana.

Aku bertanya serius, tapi kamu hanya tertawa dan menyeruput teh manis milikku lalu menciumku. 
"I love you", lalu dia kembali menikmati bulan dariberanda lantai dua ini.  


I love you :)
 

Saturday, 5 November 2011

Kurcaci bernama Erauld

Erauld. Begitu dia dipanggil, kependekan dari nama panjangnya Emerald karena ia punya mata seperti berlian. Sama seperti kurcaci lain di negeri itu, cita-cita masa mudanya adalah berjodoh dengan balon udara impiannya. Di negeri itu, masa muda kurcaci akan dihabiskan di balon udara, menunggu kedewasaan diatas hamparan rumput warna oranye dan dibawah luasnya langit hijau, hingga akhirnya balon udara tersebut kehabisan gas, dan tadaaaaah, selamat datang di kedewasaan.

Balon udara di negeri itu memenuhi langit hijau di negeri itu, yang seolah menjadi bintang penerang di malam harinya. Setiap tiga malam, kurcaci-kurcaci di negeri itu selalu keluar rumah untuk berkumpul di tepi pantai. Di atas pasir pantai, mereka merebahkan kepalanya sambil tertawa mengenai banyak hal. Para orang tua melihat anak-anaknya yang beranjak dewasa di atas balon udara itu. Para kurcaci saling melontarkan senyum dan tawa canda diantara cahaya-cahaya yang berpendar di balon-balon udara.

Langit hijau yang Erauld banggakan

Balon udara yang kadang bergerak dan kadang diam berarti balon udara yang sedang diisi oleh kurcaci remaja. Sedangkan balon yang bergerak perlahan sambil berputar berarti balon udara kosong yang menunggu kurcaci untuk mengisinya.

Erauld sudah tidak sabar ingin segera menikmati masa remajanya. Seingat Erauld, sejak pertama kali ia melihat balon udara yang satu itu, mata, hati, dan pikirannya selalu tertarik padanya. Balon udara berkacamata, dengan warna-warni cerah, dan ukiran dari rotan. Iya, balon udara itu adalah balon udara tercantik yang pernah Erauld lihat. 

Beberapa balon udara telah menghampirinya saat masa remajanya dimulai. Namun, Erauld masih bersabar. Ia sangat tertarik dengan balon udara yang satu itu, yang mengisi malam-malamnya. 

Namun, seiring waktu berlalu, balon udara berkacamata itu tidak juga menghampirinya. Telinga runcingnya malah sudah bosan mendengar omelan orang tuanya yang menyuruhnya segera menaiki balon udara. Erauld akhirnya memilih untuk melupakan balon udara berkaca mata itu, mungkin ia terlalu indah untuk seorang kurcaci seperti Erauld.


Saat itulah, balon udara lain, yang ternyata lebih indah datang menghampiri. Balon udara yang lebih cantik, dengan warna coklat, dan aroma kopi. Iya, balon udara beraroma kopi itu yang akhirnya menjadi jodohnya untuk menuju kedewasaan. Erauld merasa bahagia, seingatnya, belum pernah ia merasa sehidup itu. Merasakan bahwa kebahagiaan adalah suatu hal yang nyata, bukan hanya seperti dongeng malam yang dibacakan kakek. 

Suatu ketika, saat Erauld sedang menyanyikan kicauan pagi, tiba-tiba sosok itu datang menghampiri. Sosok yang pernah mengisi malam-malamnya dulu. Sosok yang pernah ia anggap sebagai ciptaan paling indah. Sesuatu yang pernah ditambatkan padanya, mata, hati, dan pikiran Erauld. Itu, iya, itu balon udara berkacamata yang dulu ia impikan. 

Balon udaraku, kamu yang mana?

Balon udara berkacamata berkata bahwa ia menyukai kurcaci itu. Ia ingin Erauld pergi bersamanya, menghabiskan proses kedewasaannya bersamanya. Bersama kacamata dan warna-warni pelanginya, sesuatu yang Erauld selalu impikan dulu. 

Erauld berdiri dan mengambil ancang-ancang. 

Ia-berdiri-dan-mengambil-ancang-ancang.....hingga ia sadar bahwa ia tidak bisa. Dan lebih dari itu, ia tidak mau. Erauld telah memilih balon udara beraroma kopi itu untuknya. Balon udara yang memberikannya kebahagiaan dan simpul-simpul senyum di masa remajanya. Ia menegaskan balon udara berkacamata bahwa ia sudah lebih dari bahagia tinggal bersama balon udara beraroma kopi, dan ia tidak akan menukarnya hanya dengan ketertarikan masa lalu. Ia memeluk erat balon udaranya, dan pergi meninggalkan balon udara berkacamata.

Ia tahu, ia telah berada di dalam kebahagiaan. Berada tinggi di atas titik nol tanah karena kebahagiaannya itu.

Erauld, si kurcaci dengan mata berlian itu, paham betul, bahwa ia tidak bisa memilih balon udara berkacamata itu.

Karena untuk melompat ke arahnya terlalu berbahaya, ia bisa jatuh lalu mati.
Dan ia juga tau, ia tidak bisa menapakkan kaki diatas keduanya, karena ia akan terlalu sibuk memikirkan cara menjalankan keduanya, tanpa ingat caranya tersenyum.

Ia memilih balon udara beraroma kopi itu.
dan Erauld tau, dialah kebahagiaan yang sebenarnya.


Halo, balon udara berkacamata,
Ketertarikan itu bukan kebahagiaan
Dan aku sedang bahagia sampai ke langit.
Kalau sudah di langit seperti ini
Mana bisa aku melompat kesana, 
apalagi menjalankan keduanya.

Peluk, Erauld

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...