minggu ini:
seneng bisa ada untuk temenin dan mengibur sahabat A,
yang gagal pada suatu kompetisi.
seneng bisa ada untuk temenin dan mengibur sahabat B,
yang lagi berat masalah kerjanya dan masalah hubungannya.
seneng bisa ada untuk semangatin sahabat C,
yang menuju final lomba.
seneng bisa ada untuk temenin dan mengibur sahabat D, E, F
yang lagi setengah gila karena skripsi.
dan ketika gw capek dan berat ngejalanin koas ini.
senang bisa ada A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z yang menemani dan mengibur.
Alhamdullilah!
Friday, 11 February 2011
Wednesday, 9 February 2011
Selamat Jalan, Teman
Semua dimulai dari kelas itu, kelas I-2 yang letaknya tusuk sate.
Diawali dengan seragam putih biru yang berganti dengan putih abu-abu,
Siapa sangka akan ada cerita kelabu beberapa tahun kedepannya.
Kami mengenalnya duduk di bangku depan, baris ketiga dari kiri, baris kedua dari kanan.
Tulisannya bagus. Sangat bagus tepatnya. Kami sering melihatnya menulis dengan alat tulisnya yang banyak, berwarna-warni, persis seperti warna jiwanya yang bagai pelangi.
Di kelas itu, percakapan merupakan keharusan bagi kami setiap hari. Menjalin tawa, bertukar canda, sambil menertawakan diri satu sama lain. Termasuk menertawakan dirinya yang tidak bisa berkata rrasanya, onderrdil, biarrin, dan damarr dengan sempurna. Ya, dia cadel.
Dia orang yang seringkali tersenyum pada semua orang. Orangnya juga baik, sehingga hampir semua orang mengenalnya karena keramahannya.
Beberapa kali kami pergi dengan dirinya ke TIM, Megaplex, atau Mall Kelapa Gading, mall paling dekat dengan SMA kami, menghabiskan makan siang bersama-sama, menonton film terbaru, saling tertawa, hingga pulang dengan selamat ke rumah masing-masing.
Saya, dia, dan satu teman lagi juga pernah pergi bersama ke Plaza Senayan, menonton The Day After Tomorrow, dan berfoto bertiga di photobox, suatu hal yang sangat anak muda di kala itu. Sialnya, foto milik saya hilang karena dicopet saat naik kereta, copet sialan.
Saat farewell kelas satu, kita satu kelas pergi ke pantai di utara kota. Bermain sana, bermain sini. Tertawa tentang ini dan kembali tertawa tentang hal yang lain lagi. Duduk bersama saat sudah malam, bermain gitar, bernyanyi sana-sini hingga beberapa orang mengucapkan doa dan pesan-pesan, untuk tetap menjadi sahabat selamanya.
Di kelas dua, saat saya telah berpacaran dengan seorang cewek, dan dia berpacaran juga dengan cowok lain, kami berdua sudah seperti teman dekat yang sering bertukar cerita. Bercerita bahwa dulu saat kelas satu, saya menyukai dirinya, yang dibalas dengan sebenarnya dia juga menyukai saya, yang diakhiri dengan tawa besar kami berdua di depan gerbang sekolah sore itu.
Saat kita semua telah meninggalkan sekolah itu, saya dan dirinya terkadang bertukar kabar. Bertanya keadaan, kesibukan, dan cerita harian. Membuat kesepakatan untuk hangout saat saya tiba di kota halaman.
Namun, sayangnya, kesepakatan itu tidak akan pernah bisa terwujud. Ternyata Tuhan memiliki rencana lain.
Kelabu dimulai saat teman lama mengirim pesan. Bercerita tentang dirinya dan penyakitnya. Membuat suatu petir dalam malam hari yang tidak pernah diduga datang. Membuat saya jatuh pada keadaan syok karena kabar penyakitnya. Hah, dia koma?
Malam itu, saya dan teman-teman lain mulai satu per satu mengirimkan pesan melalui telepon genggam dan akun facebooknya. Sama-sama mengangkat tangan dan mendoakan dirinya.
Alhamdullilah, pesan di akun facebooknya dibalas! Berpikir bahwa setidaknya, keadaannya sedikit membaik. Memiliki harapan tentang penyakitnya.
Namun, ternyata petir itu kembali datang di sore hari. Seorang sahabat mengubungi berkata dirinya telah pergi, untuk selama-lamanya. Berita yang cukup membuat kami berpikir, bertanya-tanya, lemas, dan menangis. Malam itu, kami kembali mengangkat tangan dan mendoakannya.
Beberapa dari kami, langsung bergegas menuju rumahnya, untuk mendoakannya dan melihat wajahnya untuk yang terakhir kali.
Beberapa dari kami, termasuk saya, tidak bisa melihat langsung dirinya yang cantik itu karena urusan jarak. Hanya bisa berharap bisa ikut melihat dirinya walau untaian doa tetap kami kirimkan untuk dirinya.
Teman, selamat jalan.
semoga kamu mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan di dunia yang sana.
Tuhan, titip teman kami ini ya.
Tempatkanlah dia di tempat yang baik, yang Engkau ridhoi.
Amin..
Dilla, kami mencintaimu!
Mengenang sahabat,
Dilla Diarawati
Diawali dengan seragam putih biru yang berganti dengan putih abu-abu,
Siapa sangka akan ada cerita kelabu beberapa tahun kedepannya.
Kami mengenalnya duduk di bangku depan, baris ketiga dari kiri, baris kedua dari kanan.
Tulisannya bagus. Sangat bagus tepatnya. Kami sering melihatnya menulis dengan alat tulisnya yang banyak, berwarna-warni, persis seperti warna jiwanya yang bagai pelangi.
Di kelas itu, percakapan merupakan keharusan bagi kami setiap hari. Menjalin tawa, bertukar canda, sambil menertawakan diri satu sama lain. Termasuk menertawakan dirinya yang tidak bisa berkata rrasanya, onderrdil, biarrin, dan damarr dengan sempurna. Ya, dia cadel.
Dia orang yang seringkali tersenyum pada semua orang. Orangnya juga baik, sehingga hampir semua orang mengenalnya karena keramahannya.
Beberapa kali kami pergi dengan dirinya ke TIM, Megaplex, atau Mall Kelapa Gading, mall paling dekat dengan SMA kami, menghabiskan makan siang bersama-sama, menonton film terbaru, saling tertawa, hingga pulang dengan selamat ke rumah masing-masing.
Saya, dia, dan satu teman lagi juga pernah pergi bersama ke Plaza Senayan, menonton The Day After Tomorrow, dan berfoto bertiga di photobox, suatu hal yang sangat anak muda di kala itu. Sialnya, foto milik saya hilang karena dicopet saat naik kereta, copet sialan.
Saat farewell kelas satu, kita satu kelas pergi ke pantai di utara kota. Bermain sana, bermain sini. Tertawa tentang ini dan kembali tertawa tentang hal yang lain lagi. Duduk bersama saat sudah malam, bermain gitar, bernyanyi sana-sini hingga beberapa orang mengucapkan doa dan pesan-pesan, untuk tetap menjadi sahabat selamanya.
Di kelas dua, saat saya telah berpacaran dengan seorang cewek, dan dia berpacaran juga dengan cowok lain, kami berdua sudah seperti teman dekat yang sering bertukar cerita. Bercerita bahwa dulu saat kelas satu, saya menyukai dirinya, yang dibalas dengan sebenarnya dia juga menyukai saya, yang diakhiri dengan tawa besar kami berdua di depan gerbang sekolah sore itu.
Saat kita semua telah meninggalkan sekolah itu, saya dan dirinya terkadang bertukar kabar. Bertanya keadaan, kesibukan, dan cerita harian. Membuat kesepakatan untuk hangout saat saya tiba di kota halaman.
Namun, sayangnya, kesepakatan itu tidak akan pernah bisa terwujud. Ternyata Tuhan memiliki rencana lain.
Kelabu dimulai saat teman lama mengirim pesan. Bercerita tentang dirinya dan penyakitnya. Membuat suatu petir dalam malam hari yang tidak pernah diduga datang. Membuat saya jatuh pada keadaan syok karena kabar penyakitnya. Hah, dia koma?
Malam itu, saya dan teman-teman lain mulai satu per satu mengirimkan pesan melalui telepon genggam dan akun facebooknya. Sama-sama mengangkat tangan dan mendoakan dirinya.
Alhamdullilah, pesan di akun facebooknya dibalas! Berpikir bahwa setidaknya, keadaannya sedikit membaik. Memiliki harapan tentang penyakitnya.
Namun, ternyata petir itu kembali datang di sore hari. Seorang sahabat mengubungi berkata dirinya telah pergi, untuk selama-lamanya. Berita yang cukup membuat kami berpikir, bertanya-tanya, lemas, dan menangis. Malam itu, kami kembali mengangkat tangan dan mendoakannya.
Beberapa dari kami, langsung bergegas menuju rumahnya, untuk mendoakannya dan melihat wajahnya untuk yang terakhir kali.
Beberapa dari kami, termasuk saya, tidak bisa melihat langsung dirinya yang cantik itu karena urusan jarak. Hanya bisa berharap bisa ikut melihat dirinya walau untaian doa tetap kami kirimkan untuk dirinya.
Teman, selamat jalan.
semoga kamu mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan di dunia yang sana.
Tuhan, titip teman kami ini ya.
Tempatkanlah dia di tempat yang baik, yang Engkau ridhoi.
Amin..
Dilla, kami mencintaimu!
Mengenang sahabat,
Dilla Diarawati
Subscribe to:
Posts (Atom)
Hasil yang Merelakan Usaha.
Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...
-
The Butterfly Effect adalah salah satu film yang paling saya suka. Biasanya mengapa saya begitu menyukai suatu film adalah karena ada makna...
-
Halo! Saya tuh sesungguhnya orang yang tidak begitu banyak bepergian, baik dalam negeri apalagi luar negeri. Namun, saya jadinya sangat i...