Beberapa waktu lalu, salah satu keinginan yang sejak lama direncanakan akhirnya bisa terlaksana: Naik gunung!
Dari dulu selalu amazed aja sih sama mereka yang sudah pernah naik gunung seperti Faiz dan Anindito, kawan-kawan saya. Sayangnya, selama sekolah, waktu yang tersedia teramat singkat. Selain itu, seperti biasa, bepergian sendirian adalah salah satu hal yang saya suka. Namun, karena naik gunung adalah hal awam yang lumayan bikin saya ngeri, akhirnya pilihan yang diambil adalah sebatas Gunung Andong di Magelang.
Mungkin buat beberapa orang, pengalaman ini tidak sehebat naik ke gunung-gunung yang lebih tinggi dan ternama, tapi buat saya yang sudah mulai renta ini, hal ini sangat menyenangkan kok.
Saya berangkat menuju Magelang terlebih dahulu menaiki bus. Kalau tidak salah, ongkosnya 10 ribu. Setelah sampai di terminal Magelang, saya harus lanjut lagi dengan bus ke arah Salatiga. Lalu bilang ke mas-mas di bus untuk turunkan di dekat Andong. Kemudian naik ojek sebentar, baru deh tiba di kawasan pendakiannya.
|
Di terminal Tidar |
Kesan awalnya adalah gunung ini memang untuk pemula, jadi cocok lah buat saya. Tadinya mau coba buat nginep langsung, tapi saya urungkan karena masih takut dan kerjaan tesis masih harus dikejar hehe.
Meskipun awalnya saya kira bakal jadi perjalanan yang biasa saja, ternyata naik gunung ini bikin napas saya serasa hampir habis. Betul-betul definisi kehabisan napas. Alhasil, baru sebentar saya udah istirahat dulu untuk makan mie instan dan minum aqua. Nampaknya asma dan kerentaan benar-benar signifikan dampaknya.
Lalu akhirnya meyakinkan diri naik lagi perlahan-lahan. Saya baru tahu, kalau naik gunung itu banyak yang kasih semangat ya. Tiap saya papasan sama orang yang turun, mereka selalu bilang “Ayok, semangat, Mas!” sambil melihat saya yang sering banget berhenti istirahat dulu.
|
Jalan pendakian |
|
Vegetasi pinus |
Salah satu yang bikin menyenangkan adalah ketika makin tinggi, tubuh kita mulai dikelilingi kabut. Ini buatku senang sekali karena saya belum pernah berada setinggi ini dan diselimuti sama kabut.
Akhirnya tiba juga deh puncak. Kondisinya sedang - tidak terlalu ramai, tetapi nggak sepi juga. Di atas saya ngobrol dengan beberapa orang yang sedang mendaki. Ada yang dengan pacarnya, ada segerombolan anak muda juga, dan ada yang sepertinya anak mapala sedang bermalam disana. Semuanya mengeluarkan reaksi heran yang sama sih ketika tau saya naik gunung sendirian. Padahal saya kira itu hal biasa.
Kalau naik gunung butuh kekuatan otot, turun gunung yang tadinya saya kira mudah, ternyata butuh konsentrasi banget. Melangkah turun ternyata harus hati-hati kalau tidak mau terperosok ke jurang. Saya jatuh dua kali selama proses turun gunung. Selama turun gunung, saya ikut sok kasih semangat yang sedang naik hahaha.
|
Di puncak gunung |
|
Tiba juga di tempat makan mie awal dan tempat merenung “jadi naik nggak ya” |
Ketika akhirnya jalan akhir mulai terlihat, saya lega sih. Ah, akhirnya selesai juga. Pernah juga akhirnya selama hidup merasakan naik gunung. Seperti setelah ini, hidup akan diisi sekolah, bekerja, dan berkeluarga sehingga tidak sempat lagi menaiki gunung yang lebig serius.
Kemudian saya pulang ke Jogja, ketemuan sama pacar di sore hari, lalu lanjut mengerjakan tesis di jakal. Besoknya, baru deh terasa badan nyeri-nyeri.
Demikian catatan saya selama naik gunung ini. 👋🏻
|
Salam dari cowok ber-sweater kuning di atas gunung! |