Friday, 20 November 2020

Menanti Bayi S

Sore itu adalah 25 April ketika saya akhirnya tiba di apartemen setelah satu jam perjalanan pulang setelah merayakan kelulusan dari Yogyakarta menuju Jakarta. Langitnya luar biasa mendung diikuti hujan yang akhirnya turun. Wah, menyelesaikan studi master dan spesialis rasanya menyenangkan sekali meski tiada wisuda akibat pandemi. Saya pulang sambil senyum-senyum sendiri menenteng ijazah yang akhirnya menjadi tiket saya untuk kembali ke dunia kerja. 

Namun, rupanya kejutan lebih besar sedang menanti di rumah.

Setelah tiba di apartemen, saya mandi dan menghabiskan waktu sore yang tenang dengan istri di ruang tamu. Istri saya, dengan ekspresi wajah yang jatuh di antara titik keraguan dan kegembiraan, bilang: "Sepertinya aku hamil deh".



Lalu tiba-tiba situasi hening. Betulan hening. Saat itu adalah bulan ke-empat pernikahan dan kami berdua memang sudah menanti saat ini dengan teramat sangat. Namun, yang keluar malah bukan kata-kata mengucap syukur, tapi malah keragu-raguan tentang "Masa sih?" dan "Beneran ini ya? Bukan positif palsu aja nih?".

Beberapa hari setelahnya, kami berdua masih memiliki rasa was-was luar biasa tentang kebenaran kabar ini. Fiona dan saya mau merayakannya setelah kami 100% yakin bahwa hal ini benar-benar nyata.

Akhirnya, kami membeli lusinan test pack untuk mengecek dan melihat garis merah di stik-stik tersebut. Bahkan nih ya, saya juga menyelupkan pipis saya di stik tersebut untuk meyakinkan kalau pipis normal tidak membuat garis merah timbul. Akhirnya setelah dua minggu penuh keraguan, kami akhirnya yakin: Iya, istri saya hamil dan kami menanti bayi kami! 

***

Ketika sedang menulis tulisan ini, bayi kami berusia 33 minggu usia kehamilan. Taksiran lahirnya adalah penghujung Desember. Wah, menanti-nanti jadi seorang ayah ternyata rasanya cukup rumit. Setiap hari dipenuhi kebimbangan, kecemasan, dan kesenangan di satu waktu, terutama tentang kesehatan istri dan anak saya. Dalam kurang dari 2 bulan, saya akhirnya akan bertemu anak pertama saya. Saya sering berdoa, tapi rasanya ini doa yang paling sungguh-sungguh yang pernah saya pintakan selama hidup ini.

Halo, bayi S. Sehat-sehat ya hingga cukup bulan nanti.
Dan tentu selamanya...



Love you,

Bapak.

No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...