Banyak orang bilang saya sabar. Sebetulnya dulu saya sih gak pernah berpikir kalau saya demikian, tapi beberapa orang bilang demikian. Ibu saya bilang saya orangnya sabar, pacar juga bilang demikian, bahkan saat koasisten dulu, kalau ada pasien yang sulit atau penuh komplain, saya dijadikan lini terakhir karena katanya saya lebih bisa sabar menangani. Namun, kali ini saya justru bukan mau cerita kesabaran saya, tapi malah sebaliknya. Beberapa waktu belakangan ini, saya malah merasa saya bukan orang penyabar lagi.
Mungkin baru juga bagi saya mendapatkan hal seperti ini. Perihal yang dimaksud mungkin tak usahlah dibicarakan. Intinya ada sesuatu yang membuat saya melewati ambang kesabaran yang biasanya saya miliki. Apa ini yang dinamakan 'semua orang punya batas kesabarannya masing-masing'? Walau saya sih seringnya berpikir yang namanya kesabaran ya jelas gak pake batas.
Belakangan ini saya jadi lebih cepat gusar. Sedikit-sedikit saya gusar. Saya cepat gusar karena saya saking tidak inginnya bertemu dengan konflik. Lama-lama karena sering gusar itu, saya jadi merasa bukan orang yang sabar lagi. Lambat laun saya malah jadi merasa gak kenal lagi sama diri saya sendiri. Hal ini bikin saya sedih. Kadang-kadang malah bingung bertanya, saya itu siapa sih.
Bumi, teman saya yang tenang-tenang menghanyutkan itu, bilang bahwa mungkin 2015 ini babak baru untuk saya. Jika hidup diibaratkan sekolah, setiap sekolah punya kesulitannya sendiri. Dalam tahun ini, mungkin ini latihan dari Tuhan untuk saya. Saya rasa mungkin ada benarnya juga.
Bagas, teman saya yang orangnya idealis itu, bilang bahwa hati-hati. Ya, bisa aja memang ini latihan dari Tuhan tentang kesabaran. Tapi kalau ini latihan dari Tuhan supaya lo ga yesman-yesman terus, gimana?
Jadinya saya malah gak tahu mana yang benar. Mungkin dua-duanya benar. Di satu sisi, saya harus belajar makin sabar, tapi di sisi lain juga harus belajar punya pendirian sendiri. Hmm, hidup ini memang belajar terus.
No comments:
Post a Comment