Tuesday 19 August 2014

Suara


Dunia dan bumi ini sudah terlampau bising. Mesin-mesin kendaraan bermotor, suara pekerja konstruksi bangunan, deru-deru pesawat di langit, suara orang-orang yang kita lalui, juga celoteh tak berhenti dari frekuensi televisi, mulai dari hal penting seperti berita Israel-Palestina hingga lakon tak penting seperti kuis menakut-nakuti orang dengan ular. 

Belum lagi telepon genggam yang disebut pintar itu. Ping! Ding! Beep! Klik! Segala jenis notifikasi dari buahberihitam™, garis™, apakabar™, dan sejenisnya yang siap membuat pandanganmu menoleh menunduk kepadanya hampir selalu.
Telinga manusia sudah terlalu lama dijejali kebisingan. Manusia jadi alpa akan suara alam. Apalagi suara hati. 

Untuk itulah kita perlu berlari sejenak dari segala kebisingan yang tiap hari menemani. Bersembunyi sementara. Mencari ketenangan dan meresapi keheningan dari alam sekitar. Menutup kedua telinga dari frekuensi televisi, bunyi elektronik ini itu, dan segala Ping! Ding! Beep! Klik! dari telepon genggam kita.

Karena dari ketenangan dan keheningan yang damai itulah, dengan aura yang melesap masuk ke relung tanpa ada distraksi dari luar, telinga kita dapat mendengar dan berbicara dengan alam. Saat itulah pikiran kita dapat mendengar suara hati. Suara hati yang berbicara hal-hal penting dalam hidup. 

Suara hati yang bisa berupa jawaban akan pertanyaan. Bisa juga berupa pertanyaan akan butuh kita jawab. Suara hati yang harus kita jaga baik-baik. Sebelum selamanya ia kalah oleh kebisingan dunia.

Pukul 2 dini hari di sebuah hotel di luar kota. A priceless silence.

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...