Saturday 18 February 2012

1-1


Beberapa malam yang lalu, gw berbincang-bincang via bbm dengan salah satu temen gw. Awalnya sih berbicara mengenai dia yang baru putus, tapi ujung-ujungnya ngomongin hal-hal lain termasuk pekerjaan.

Kadang, gw iri sama temen gw yang satu itu akan pekerjaannya. Dia, melalui pendidikannya yang hanya kurang lebih enam bulan, bisa memiliki gaji hingga minimal 15 juta per bulannya. Ditambah akses untuk bepergian ke berbagai tempat. 

Sedangkan gw, setelah menyelesaikan pendidikan selama lima tahun, saat ini masih menjalani ikatan kerja di kota terpecil gini, dengan gaji, yah ngga usah ditanya lah ya.

Namun, ternyata sebagai manusia, dari dulu memang terkadang beginilah sifat kita adanya.
Paradox. 
Saat panas menginginkan hujan. Saat hujan menginginkan panas.
Saat kerja menginginkan libur. Saat libur menginginkan kerja.
Dan konsep-konsep serupa yang lain. Termasuk saat kita melihat orang lain yang tampaknya lebih menyenangkan daripada yang kita jalani. 

Malam itu, ya terucap juga dari temen gw itu. Dia bilang iri dengan gw. Dia ingin jadi dokter. Sama seperti gw yang terkadang ingin punya pekerjaan seperti dia. Hahaha, kita sama-sama melihat bahwa pekerjaan satu sama lain menyenangkan. Gw sekarang pengen kerja seperti dia dan dia pengen kerja seperti gw.


Kadang gw galau kepikiran banget untuk kerja seperti dia. Tapi setelah dia mengakui iri juga akan pekerjaan gw, ya jadi agak lega aja bahwa itu semua hanya bunga-bunga pikiran aja.


Yah, walau gw sama dia sama-sama saling iri, 
Kita tau bahwa yang kita jalani sekarang adalah yang terbaik.
And we won't replace it each other.

Karena gw sama dia sama-sama saling iri.
Jadi skor kita sama, satu-satu ;)

The Starbucks Paradox


No comments:

Post a Comment

Hasil yang Merelakan Usaha.

Jadi dokter itu berusaha. Berusaha berpikir harus melakukan apa biar pasien sembuh, harus belajar agar tidak ada hal penting yang terlupakan...